KPK Tolak Usut Dugaan Korupsi Pembelian Mi-2

TNI Angkatan Laut memastikan semua yang terlibat sudah jadi purnawirawan.

Komisi Pemberantasan Korupsi menolak menangani dugaan korupsi pengadaan 16 helikopter Mi-2 yang dibeli pemerintah untuk TNI Angkatan Laut. KPK hanya akan melakukan supervisi atas kasus itu. KPK akan menyerahkan kasus ini ke Markas Besar TNI dan Kejaksaan Agung. Sebab, KPK tidak bisa menangani kasus korupsi yang melibatkan anggota militer aktif.

Sesuai dengan kewenangannya, kami melakukan supervisi, kata Ketua KPK Taufiequrachman Ruki di kantor KPK, Jakarta, kemarin.

Kasus pembelian Mi-2, kata Ruki, melibatkan anggota militer aktif yang tidak tunduk pada hukum sipil. Ini menjadi porsinya Markas Besar TNI, atau Kejaksaan Agung kalau perkara koneksitas, katanya.

Namun, keterlibatan militer aktif ini dibantah oleh Markas Besar TNI Angkatan Laut. TNI Angkatan Laut memastikan orang-orang yang terlibat dalam pengadaan helikopter Mi-2 sudah jadi purnawirawan. Mereka sudah menjadi sipil, ujar juru bicara Markas Besar TNI Angkatan Laut, Laksamana Pertama Slamet Sulistiyono.

Anggota Komisi Pertahanan DPR, Happy Bone Zulkarnaen, tidak buru-buru memastikan kasus ini melibatkan militer aktif. Ia berharap KPK bisa mengungkap dugaan korupsi setelah panitia kerja DPR bekerja. Nanti akan terlihat ada militer aktif yang terlibat atau tidak, katanya.

Slamet berharap kasus ini bisa cepat selesai. Sebab, pihaknya sangat membutuhkan pesawat itu untuk kepentingan operasi dan latihan. KPK dan panitia kerja DPR kami harap bisa menyelesaikan kasus ini, ujarnya.

Persoalan pembelian helikopter Mi-2 untuk Angkatan Laut ini mengemuka dalam rapat dengar pendapat antara Komisi Pertahanan dan TNI Angkatan Laut beberapa waktu lalu. Komisi Pertahanan menengarai adanya ketidakberesan dalam pembelian helikopter dari Rusia tersebut. Karena itu, Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono berencana melaporkan masalah ini ke KPK.

Rencana pengadaannya sudah dilakukan sejak 2002. Dari 16 pesawat yang rencananya akan dibeli dengan harga sekitar US$ 11,6 juta atau Rp 100 miliar lebih itu, sampai saat ini baru ada tiga buah. Tiga helikopter tersebut diduga bukan merupakan barang baru seperti yang dikehendaki pemerintah.

Menurut Ruki, KPK turut melakukan pengumpulan informasi dan data-data seputar kasus ini. Kalau kami mendapat informasi, kami serahkan kepada polisi militer.

Menurut Ruki, KPK selalu berkoordinasi dengan berbagai pihak, seperti Panglima TNI dan Kejaksaan Agung. TITO SIANIPAR | RADEN RACHMADI

Sumber: Koran Tempo, 24 Maret 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan