KPK Umumkan Kekayaan Para Capres dan Cawapres; Sebagian Masih Data Lama [04/06/04]
Komisi Pemberantasan Korupsi hari Rabu (2/6) mengumumkan harta kekayaan lima pasangan calon presiden dan wakil presiden tahun 2004. Namun, dari data yang diumumkan, empat calon di antaranya, yakni Megawati Soekarnoputri, Amien Rais, Hamzah Haz, dan Agum Gumelar, masih menggunakan data yang dilaporkan tahun 2001, bukan data harta kekayaan terbaru.
Pengumuman harta kekayaan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) itu disampaikan kepada pers oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Erry Riyana Hardjapamekas, Sjahruddin Rasul, dan Tumpak Hatorangan Panggabean, bersama Sekretaris Jenderal Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) Amin Muin.
Menurut Erry, data harta kekayaan para capres dan cawapres dibagi dalam tiga kategori. Pertama, data dari calon yang sebelumnya tidak pernah melaporkan harta kekayaannya, yakni Wiranto, Salahuddin Wahid, dan Hasyim Muzadi. Kedua, calon yang pernah menjadi pejabat negara atau mengundurkan diri, yakni Susilo Bambang Yudhoyono, Muhammad Jusuf Kalla, dan Siswono Yudo Husodo.
Kategori ketiga adalah calon yang masih menduduki jabatan, yakni Megawati Soekarnoputri yang kini masih Presiden, Hamzah Haz (Wakil Presiden), Amien Rais (Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat), dan Agum Gumelar (Menteri Perhubungan).
Mereka yang pernah menjadi pejabat dan berhenti dari jabatannya, menurut Erry, sesuai dengan aturan harus mengisi formulir C ketika akan melepaskan jabatan.
Berdasarkan data yang diperoleh KPK dari KPKPN, dari lima pasangan capres dan cawapres, data harta kekayaan terbaru hanyalah dari pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla. Pada tahun 2001 mereka telah melaporkan data kekayaan mereka dan diperiksa KPKPN dan ketika mencalonkan diri sebagai pasangan capres-cawapres, keduanya menyerahkan data harta kekayaan mereka hingga tahun 2004.
Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla, yang sekarang calon presiden dan wapres, secara kebetulan keduanya dengan kesadaran sendiri meminta formulir dan telah memperbaiki data kekayaan mereka sesuai dengan status sekarang, papar Amin Muin.
Dari data tersebut, Yudhoyono, misalnya, menyatakan pada tahun 2001 seluruh kekayaan yang berupa harta tidak bergerak, harga bergerak, uang, maupun surat berharga mencapai total Rp 3,490 miliar. Tahun 2004 ini kekayaan Yudhoyono meningkat menjadi Rp 4,652 miliar. Sedangkan Jusuf Kalla tercatat sebagai cawapres yang paling banyak kekayaannya, totalnya bernilai Rp 121,199 miliar pada tahun 2001 dan menjadi Rp 122,654 miliar pada tahun 2004.
Amin mempersilakan kepada wartawan untuk menganalisis sendiri berapa kekayaan yang dimiliki kedua calon itu sewaktu menjadi pejabat tahun 2001 dan setelah menjabat tahun 2004.
Cawapres Siswono Yudo Husodo, menurut data tahun 2001, tercatat memiliki harta kekayaan senilai Rp 74,776 miliar ditambah 81.700 dollar AS. Berapa kekayaannya bertambah selama tiga tahun terakhir, belum dilaporkan.
Jika masyarakat merasa kekayaan para calon lebih dari nilai yang dilaporkan, kata Amin lagi, mereka bisa melaporkan hal itu kepada KPK untuk diproses lebih lanjut. Alasannya, karena dalam laporan kekayaan tersebut besarnya nilai didasarkan pada pernyataan para capres dan cawapres. Mereka juga menyatakan, apabila laporan yang disampaikan itu tidak benar, mereka siap menghadapi tuntutan.
Jadi, meskipun menang nanti ternyata ada yang tidak dilaporkan, itu bisa digagalkan oleh KPK atas pernyataan yang bersangkutan. Tapi, saya rasa maksud semua ini transparansi, bukan untuk menjatuhkan atau mencari kesalahan orang lain, ujarnya.
Tidak diharuskan
Laporan kekayaan para capres dan cawapres itu, diakui Erry, bukan merupakan data mutakhir. Data kekayaan Megawati, Amien Rais, Hamzah Haz, dan Agum Gumelar, umpamanya, merupakan kutipan dari catatan harta kekayaan mereka pada tahun 2001.
Menurut Erry, memang Megawati, Amien, Hamzah, dan Agum tidak diharuskan melakukan pemutakhiran data kekayaan karena mereka masih menjabat. Namun, jika nanti mereka berhenti menjabat, walaupun terpilih lagi, mereka harus melaporkan data harta kekayaan yang terbaru dengan mengisi formulir C.
Undang-Undang Pemilu Presiden tidak mewajibkan itu. Bahwa KPK berhak memeriksa, iya. Tapi, itu harus dipisahkan dengan keabsahan mereka mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden, ujarnya.
Megawati, misalnya, berdasarkan data tahun 2001 tercatat memiliki harta kekayaan senilai Rp 59,809 miliar, sedangkan Amien tercatat memiliki harta kekayaan senilai Rp 867 juta ditambah 13.700 dollar AS, atau paling sedikit dibandingkan dengan yang lain.
Tidak bisa dibandingkan
Berdasarkan data KPKPN, dari sepuluh capres-cawapres tersebut, ada tiga orang yang kekayaannya belum pernah diperiksa oleh KPKPN, yaitu Wiranto, Salahuddin Wahid, dan Hasyim Muzadi. Tujuh calon lainnya sudah diperiksa sehingga datanya terekam sejak tahun 2001.
Karena belum ada datanya, KPKPN tidak dapat membandingkan data kekayaan Wiranto, Salahuddin Wahid, dan Hasyim Muzadi dengan data sebelumnya.
Ketiga orang tersebut memang tidak tercatat sebagai penyelenggara negara sehingga tidak terkena kewajiban melaporkan kekayaan.
Dari ketiga orang itu, Wiranto memang pernah menjabat, tetapi sempat kosong. Lagi pula Wiranto sudah berhenti menjabat sebelum aturan tentang pelaporan kekayaan pejabat dikeluarkan, ujar Erry menambahkan.
Apakah data dari para calon tersebut valid, Erry menegaskan, pihaknya hanya berdasarkan pada dokumen dan kejujuran pihak yang membuat. Kecuali yang sudah diperiksa KPKPN, itu adalah bagian dari pertanggungjawaban KPKPN. Tetapi, untuk yang baru, yaitu Wiranto, Salahuddin, dan Hasyim, itu sebatas kejujuran dan kelengkapan data atau dokumen yang dilampirkan ketiga calon presiden dan wakil presiden tersebut, paparnya. (SON)
Sumber: Kompas, 4 Juni 2004