KPK Usut Penerima Dana Rokhmin

Jika mereka pejabat negara, itu masuk dalam ketentuan gratifikasi.

Komisi Pemberantasan Korupsi segera mengusut penerima dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan. Duit Rp 11,5 miliar yang dikumpulkan secara ilegal ini mengalir ke puluhan tokoh masyarakat, anggota parlemen, bahkan tim sukses calon presiden pada Pemilihan Umum 2004.

Juru bicara KPK, Johan Budi, kepada Tempo di Jakarta kemarin menegaskan pihaknya bisa memeriksa anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan penyelenggara negara lainnya yang diduga menerima aliran dana nonbujeter Departemen Kelautan. Jika memang diperlukan, mereka akan dipanggil. Semua ini tergantung hasil penyelidikan KPK, katanya.

Kasus itu mengantar mantan Menteri Kelautan Rokhmin Dahuri dari bekas sekretaris jenderal departemen ini, Andin H. Taryoto, ke kursi terdakwa kasus korupsi. Keduanya kini sedang menghadapi persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta. Dari berkas pemeriksaan mereka itulah terungkap aliran duit ke banyak orang pada 2001 sampai 2004.

Ahli hukum pidana Universitas Indonesia, Rudy Satrio Mukantardjo, mengatakan penerima dana nonbujeter itu bisa dijerat dengan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Karena mereka menerima hadiah yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, ucap Rudy.

Menurut dia, pejabat negara yang menerima hadiah masuk dalam ketentuan gratifikasi dan harus dilaporkan kepada Komisi Antikorupsi.

Adapun penerima dana untuk kepentingan pemilihan umum juga harus mempertanggungjawabkannya sesuai dengan UU Pemilu. Kalau tidak jelas asal-usulnya, kenapa diterima? ujar Rudy. Selain itu, ada larangan yang diatur dalam Pasal 45 UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Para calon dilarang menerima dana dari pemerintah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah.

Indonesia Corruption Watch juga berpendapat penerima dana Rokhmin bisa dijerat dengan UU Korupsi. Ketua Bidang Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Emerson Yuntho mengatakan, dengan asas hukum yang menyatakan bahwa setiap orang dianggap mengetahui hukum, menerima uang hasil korupsi pun merupakan sebuah kejahatan korupsi. Apalagi jika digunakan untuk kepentingan pribadi atau partai yang memiliki kepentingan politik, katanya.

Menurut Emerson, penerima dana nonbujeter itu seharusnya bisa diajukan dalam perkara yang berbeda dengan kasus Rokhmin dan Andin H. Taryoto. Sebab, Rokhmin cenderung hanya dijerat sebagai orang yang menghimpun dana ilegal. Para penerima dana itu sebaiknya diusut terpisah, ujarnya. RINI KUSTIANI | SANDY PRATAMA | TITO SIANIPAR
-----------------------------------
Mengalir Sampai Amien dan Gus Dur

Mengail dana nonbujeter yang dikelola Departemen Perikanan dan Kelautan mulai era Rokhmin Dahuri ternyata tak susah. Tidak aneh jika daftar penerimanya begitu panjang. Mulai almamater Pak Menteri di Institut Pertanian Bogor sampai para dedengkot partai politik bisa mendapatkan, seperti Amien Rais, yang mendapat Rp 200 juta, atau Rp 60 juta untuk Abdurrahman Wahid.

Cara Mengail Dana Rokhmin

1. Tokoh partai politik atau mahasiswa bertemu dengan Rokhmin. Anggota stafnya, Didi Sadeli, lalu memberi uang saat itu. Didi lalu mengisi blangko permintaan uang untuk reimbursement kepada Andin H. Taryoto, bekas Sekretaris Jenderal Departemen Kelautan dan Perikanan.

2. Rokhmin memberikan dana kepada partai politik, perorangan dari koceknya sendiri. Didi membuat permohonan reimbursement kepada Andin. Ini yang terjadi saat dana Rp 310 juta cair (24 Februari 2004).

3. Didi dan Fifi membuat blangko permintaan kepada Sekjen. Uang ini disimpan di bank dan dicairkan bila ada perintah Rokhmin. Contohnya, uang Rp 600 juta, yang ditransfer kepada Kamsari, anggota staf pribadi Rokhmin.

4. Pejabat eselon I atau II meminta dana kepada Andin. Sekjen itu berkonsultasi dengan Menteri. Jika disetujui, Andin memerintahkan bendahara mengeluarkan uang.

5. Untuk pengeluaran rutin, seperti insentif Lebaran, Andin yang memutuskan membayar atau tidak.

Amien Rais -- Mendapat Rp 200 juta
Pak Rokhmin sendiri menyerahkan bantuan untuk kampanye PAN, katanya. Amien langsung mengirimnya ke bendahara Partai Amanat Nasional.

Abdurrahman Wahid -- Rp 60 juta
Saya ndak mau ngomong soal apa-apa, katanya saat ditemui sebelum bertemu dengan terapis pribadinya.

Partai Keadilan -- Rp 100 juta dan Rp 200 juta
Saya sebagai ketua partai sama sekali tidak pernah menerima, kata Hidayat Nur Wahid. Ia juga sudah mengecek pembukuan partai, tidak ada penerimaan ini.

Tim Sukses SBY -- Rp 225 juta diterima Iman Addaruqutni (kini memimpin Partai Matahari Bangsa.)
Saya tidak pernah menerima, katanya. Itu seratus persen salah.

Mega Center -- Rp 300 juta lewat Arief Budimanta, Steven, dan Suminta.
Saya pastikan tidak ada, kata Arie Djunaidi, Ketua Bidang Komunikasi Mega Center.

SUMBER: BERKAS PERKARA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
NASKAH: TITO SIANIPAR | IMRON ROSYID | GUNANTO ES

Sumber: Koran Tempo, 24 April 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan