KPU dan Bawaslu: Tindak Tegas Pelanggaran Dana Kampanye!
Integritas dan keabsahan dana kampanye partai politik masih menjadi tanda tanya. Pemilu rawan dicurangi dan diracuni dana “haram” yang tidak jelas keabsahannya, serta niat dibalik pendanaan tersebut. KPU dan Bawaslu didesak lebih tegas dan serius dalam menindaklanjuti pelanggaran-pelanggaran dalam laporan dana kampanye, serta mencermatinya untuk melihat apakah ada uang hasil kejahatan yang menyelusup hendak meracuni pemilu.
Ibrahim Fahmi Badoh, aktivis Transparansi Internasional Indonesia menyebutkan laporan dana kampanye partai politik tahap pertama yang ditenggat 27 Desember 2013 lalu sangat buruk.
“Tidak ada parpol yang melaporkan dengan benar. Ada semacam penyesatan sistemik yang nampaknya diamini penyelenggara pemilu,” tutur Fahmi dalam konferensi pers Kelompok Kerja Transparansi Dana Kampanye di kantor ICW, Selasa lalu (4/3).
Menurut Fahmi, Komisi Pemilihan Umum tidak menseriusi laporan kampanye ini. Padahal, menurutnya, laporan awal dana kampanye adalah tonggak awal transparansi dan akuntabilitas partai sebagai peserta pemilu.
Peraturan KPU (PKPU) tentang dana kampanye, menurut Fahmi, diapresiasi masyarakat sipil. Sebab, PKPU menjadikan laporan dana kampanye lengkap dan bermakna bagi publik.
“PKPU memberikan alternatif solusi bahwa pemilu kita berubah. Walau peran parpol dominan, kandidat jadi prioritas dalam PKPU ini,” jelas Fahmi.
Peneliti ICW Bidang Korupsi Politik Abdullah Dahlan menyebutkan bahwa pada 2 Maret lalu, seluruh partai politik peserta pemilu memang sudah menyerahkan laporan awal total dana kampanye.
Nama Partai |
Saat Melaporkan |
Jumlah Uang yang Dilaporkan dalam Laporan Awal Dana Kampanye |
PDI Perjuangan |
28 Februari 2014 |
Rp 220 miliar |
Partai Bulan Bintang |
28 Februari 2014 |
Rp 49,7 miliar |
Partai Kebangkitan Bangsa |
28 Februari 2014 |
Rp 69,5 miliar |
Partai Nasional Demokrasi |
1 Maret 2014 |
Rp 113 miliar |
Partai Keadilan Sejahtera |
1 Maret 2014 |
Rp 82 miliar |
Partai Nasional Demokrasi |
1 Maret 2014 |
Rp 113 miliar |
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia |
1 Maret 2014 |
Rp 35,7 miliar |
Partai Golkar |
1 Maret 2014 |
Rp 174 miliar |
Partai Gerindra |
2 Maret 2014 |
Rp 306 miliar |
Partai Persatuan Pembangunan |
2 Maret 2014 |
Rp 95 miliar |
Partai Amanat Nasional |
2 Maret 2014 |
Rp 170 miliar |
Partai Hanura |
2 Maret 2014 |
Rp 240 miliar |
Partai Demokrat |
1 jam sebelum penutupan |
Rp 264 miliar |
Tabel 1. Laporan Awal Dana Kampanye Partai Politik Peserta Pemilu yang disampaikan ke KPU pada tenggat 2 Maret 2014.
Arifudin, aktivis JPPR, menekankan pada laporan dana kampanye tahap 1 dengan tenggat 27 Desember 2013 lalu, terdapat banyak pelanggaran administratif dalam tahap KPU menerima laporan dana kampanye dan ini diamini Bawaslu.
“Bawaslu menyatakan ada pelanggaran dalam proses laporan dana kampanye,” tutur Arifudin dalam kesempatan yang sama. Ia mengakui JPPR akan melaporkan temuan-temuan pemantauannya di beberapa provinsi dan tingkat nasional.
Berdasarkan temuan JPPR, terungkap tidak semua partai politik mencantumkan laporan awal dana kampanye masing-masing calon legislatif.
“Jadi tidak 100% masing-masing caleg melaporkan. Ini yang harus kita dorong,” katanya.
Arifudin menyoroti KPU yang seharusnya merincikan apa saja yang harus disertakan peserta. Bawaslu, tambahnya, juga tidak bekerja dengan baik dalam proses pelaporan. Pada laporan tahap satu lalu, Arifudin menilai Bawaslu tidak mengeluarkan sikap resmi soal pelanggaran-pelanggaran ini.
Fahmi juga mengaku kecewa karena KPU belum menandatangani nota kesepahaman dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dan belum menyerahkan ke publik soal penolakan rekening khusus dana kampanye.
“Banyak parpol yang belum memenuhi persyaratan rekening khusus saat melaporkan dana kampanye. Saya curiga ada setting besar,” ujar Fahmi.
Kekuatan keuangan jahat, bibit korupsi politik
Fahmi menuturkan bahwa selama ini, partai politik menganggap kandidat adalah sumber pendanaan, bukan aset. Dan menurut Fahmi, model-model pelaporan dana kampanye sarat pelanggaran seperti ini sangat mengkhawatirkan.
“Kita sempat minta agar KPU menindaklanjuti dengan perbaikan. Terkait rekening khusus dana kampanye, ini juga isu krusial karena kita semua sadar, tidak ada orang menyumbang partai politik dengan ikhlas. Semua pasti punya kepentingan politik,” jelasnya.
“Orang menyumbang ke partai politik, secara teoritik dia ingin berinvestasi dengan kekuatan yang direbut partai politik. Beda dengan orang yang misalnya menyumbang mushalla. Maka, pendanaan sangat krusial, karena kita melihat kekuata ekonomi yang coba memengaruhi parpol,” tambah Fahmi.
Menurut Fahmi, parpol kini sedang mengalami krisis pendanaan politik, dimana kekuatan ekonomi bisa mendominasi.
“Kita takutkan, kekuatan ekonomi jahat yang akan masuk ke rekening dana kampanye partai politik,” kata Fahmi lagi.
Bila integritas pemilu tidak dijaga, korupsi politik akan marak pada rezim yang akan terbentuk. Nantinya, kalau rezim korup ini terjalin sejak pemilu, akan sangat sulit diberantas karena akan terbentuk mafia terorganisir yang akan beroperasi secara sistemik.
“Ini akan jadi bumerang ke persepsi korupsi kita ke depan. Kita tidak akan bisa berharap politisi akan amanah, karena ada dosa bawaan, dosa di masa pemilu terkait pendanaan,” imbuh Fahmi.
Fahmi mengingatkan jangan sampai pemilu menjadi ajang dagang sapi.
“Kekuatan-kekuatan ekonomi ini kita tidak tahu dari mana. Dengan gampang bisa dikooptasi atau didominasi kepentingan politik, dan ini langsung pada kandidat dan bukan ke parpol,” pungkasnya.
Kelompok Kerja Transparansi untuk Pendanaan Pemilu menyatakan penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) diharapkan tidak bermain-main, atau menganggap prosedur pelaporan dana kampanye hanya sebatas formalitas pemilu.
Pokja menilai, pelaporan dana kampanye adalah kewajiban yang tidak boleh lewat begitu saja, melainkan harus dilaksanakan dengan berkualitas.
Bila terdapat pelanggaran, KPU dan Bawaslu harus menetapkan dan menjalankan sanksi tanpa pandang bulu. Dengan demikian, KPU dan Bawaslu melaksanakan tugasnya sebagai penyelenggara pemilu yang berkualitas, independen, dan tak dapat digoyang tekanan politik.
“Inilah wujud akuntabilitas dan integritas pemilu,” tambah Fahmi.
Arifudin menilai sudah saatnya isu pendanaan kampanye didorong menjadi isu publik. sebelumnya, isu dana kampanye dibahas terbatas dan hanya isu elitis.
Menurutnya, transparansi dan akuntabiiitas adalah prasyarat demokrasi yang sehar dan jujur, serta mewujudkan pemilu berkualitas.
Arifudin mengaku Pokja Transparansi Dana Kampanye akan terus mendorong pertanggungjawaban keuangan partai hingga pemilihan presiden, sehingga semua tahapan pelaporan dan penggunaan dana kampanye terus berada dalam radar rakyat.
“Kami akan melaporkan temuan-temuan ini ke Bawaslu, sebagai institusi yang diamanahi undang-undang untuk mengawal laporan masyarakat dan proses pemilu,” tambah Arifudin.