KPU Tidak Prioritaskan Audit Dana
Komisi Pemilihan Umum tak menjadikan audit dana kampanye pemilu sebagai prioritas. Hal ini terlihat dari rendahnya dana untuk audit bagi kantor akuntan publik dan juga lemahnya kebijakan KPU yang mengatur dana kampanye.
Keprihatinan itu disampaikan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam kunjungan ke Redaksi Kompas, Jakarta, Senin (20/4). Kunjungan dipimpin Danang W dari Indonesia Corruption Watch (ICW).
Menurut Teten Masduki dari Transparancy International Indonesia (TII), KPU tidak memberikan perhatian soal audit dana kampanye. Sikap KPU berbeda sekali dengan sikap penyelenggara pemilu di negara lain saat mereka menggelar pemilu.
”Jika kita melihat negara lain, justru dana kampanye yang menjadi perhatian utama. Sebab, mereka menyadari, jika calon presiden mereka ”dibajak” oleh pebisnis yang memberikan donasi besar, kebijakan pemerintahan mendatang akan menguntungkan pengusaha yang menjadi donatur itu,” kata Teten.
Teten mencontohkan Barack H Obama, Presiden Amerika Serikat yang berhati-hati dalam memilih penyumbang dana kampanyenya. ”Obama berhitung, jika menerima dana kampanye dari pengusaha, ia sulit melakukan perubahan,” ujar Teten.
Teten menambahkan, hal lain yang menunjukkan ketidakpedulian KPU akan pentingnya audit dana kampanye adalah banyaknya lubang dalam aturan KPU terkait dengan dana kampanye itu. Misalnya, aturan yang diberi batas maksimal adalah setiap kali transaksi sumbangan terjadi, bukan batas maksimal pemberian sumbangan. Penyumbang bisa mengakali dengan memecah sumbangan dananya.
Menurut Sekretaris Jenderal Institut Akuntan Publik Indonesia Tarkosunaryo, dana yang disediakan KPU hanya Rp 49,5 juta bagi kantor akuntan publik (KAP). Dana yang kecil ini tidak seimbang dengan kerja keras KAP untuk mengaudit banyaknya partai yang menjadi peserta pemilu. Jumlah KAP yang ada di seluruh Indonesia hanya 450 kantor.
”Di Pulau Jawa banyak KAP sehingga tak terlalu sulit. Sangat berbeda dengan di luar Jawa yang jumlah KAP-nya sangat sedikit,” tutur Tarkosunaryo. (VIN)
Sumber: Kompas, 21 April 2009