Kriminalisasi, Prestasi Budi Waseso di Bareskrim.
Jakarta, antikorupsi.org – Selama Komjen Budi Waseso menjabat sebagai Kepala Bareskrim Mabes Polri, tidak banyak upaya penegakan hukum yang tertangani dengan baik. Hal ini membuktikan bahwa tidak ada prestasi yang diperbuat Budi dalam menyelesaikan kasus, khususnya pidana korupsi selama menjadi kabareskrim.
Terkait dengan itu, ketika ditemui di kantor ICW, Jum’at (4/9/2015), koordinator divisi kampanye publik dan advokasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S. Langkun, menyatakan bahwa semenjak diangkat menjadi Kepala Bareskrim Mabes Polri, Budi Waseso tidak membuat dampak signifikan dalam penanganan tindak pidana kasus korupsi. Sebaliknya, dirinya hanya mampu membuat kontroversi yang dikenal sebagai kriminalisasi.
Jika dicermati, beberapa kasus dugaan tindak pidana yang disangkakan oleh Budi Waseso sepanjang menjabat kabareskrim, bias dicatat seperti misalnya saat menangkap Bambang Widjojanto (21/01/2015), yang kala itu menjabat sebagai wakil pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menetapkan Abraham Samad yang saat itu menjabat sebagai ketua KPK (9/2/2015). Kemudian menyelidiki 21 penyidik KPK karena persoalan kepemilikan senjata api yang dianggap telah habis izinnya (17/2/2015). Selanjutnya menetapkan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (WamenkumHAM) Denny Indrayana dalam kasus Payment Gateway (24/3/2015). Juga dalam dua bulan terakhir, dua Komisioner Komisi Yudisial (KY), Suparman Marzuki dan Taufiqurrahman Syahuri diperiksa atas laporan penghinaan dan pencemaran nama baik.
Pemberantasan korupsi sesungguhnya telah berjalan di tubuh kepolisian sejak 24 November 2013 lalu.Terlihat prestasi yang dilakukan Bareskrim saat itu Suhardi Alius menduduki jabatan sebagai Kabareskrim. Hasilnya tidak sedikit kepala daerah yang diproses oleh kepolisian. Mantan Bupati Merauke, Johanes Gluba Gebze, Bupati Maybrat, Bernard Sagrim, Bupati Rembang, M. Salim adalah deretan prestasi bareskrim polri ketika menangani perkara korupsi.
Dari data tren korupsi yang dirilis ICW semeter I tahun 2015, hanya terindentifikasi lima kasus yang ditangani Bareskrim dan telah naik ke penyidikan. Yaitu kasus dugaan korupsi pengadaan pematangan lahan 2009 seluas 375.000 m3 serta peningkatan landas pacu 75.000 m2 tahun 2010. Kemudian dugaan kasus korupsi penjualan kondesat, kasus dugaan korupsi dalam pelaksanaan Payment Gateway di KemenkumHAM. Terakhir dugaan kasus korupsi proyek pengadaan 25 paket UPS di 25 SMAN/SMK oleh Suku Dinas Pendidikan Menengah Kota Administrasi Jakarta Barat tahun anggaran 2014.
Ini cukup menjadi bukti bahwa tidak ada kasus korupsi yang ditangani oleh Budi Waseso yang berhasil selesai sampai dakwaan atau naik ke penuntutan, kecuali kasus UPS.
Tama menegaskan, selama menjabat kabareskrim, Budi Waseso enggan melaporkan Laporan Hasil Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN). Sebagai pejabat yang bekerja di lembaga penegak hukum, sudah sepatutnya dirinya juga menaati aturan hukum yang berlaku.
Selain itu, berkaitan dengan pengangkatannya sebagai Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), tidak lebih hanya sekedar tukar posisi. Hal tersebut tidak akan berarti banyak dalam penegakan hukum jika pola penanganannya sama. “Maka bukan tidak mungkin pola kriminalisasi atas nama pemberantasan narkoba juga akan terjadi,” tegasnya.
Sementara itu direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Alghiffari Aqsa, menambahkan pencopotan Budi Waseso seharusnya dilakukan oleh Kapolri sejak jauh-jauh hari. Yaitu saat banyaknya penggiat antikorupsi di pidanakan.
“Ini tidak sinkron, apa kolerasi tindakan kriminalisasi dengan menghambat ekonomi negara,” ucapnya saat dihubungi melalui telepon, Jum’at (4/9/2015).
Alghiffari menegaskan, pemindahannya menjadi Kepala BNN tidak lepas hanya memindahkan masalah. Pasalnya, bisa jadi pola kriminalisasi yang diterapkan selama ini juga diterapkan dalam penegakan hukum kasus narkotika.
Oleh karena itu, Komjen Anang Iskandar selaku Kepala Bareskrim yang baru juga diharapkan dapat menyelesaikan berbagai kasus kriminalisasi yang dilakukan oleh Budi Waseso sebelumnya, seperti Bambang Widjojanto, Abraham Samad, dan Novel Baswedan.