Kuda Liar Tax Amnesty
Mengiringi proses pembahasan yang dikesankan alot, pada akhirnya pemerintah dan DPR bersepakat dan menyetujui Rancangan Undang Undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) dan pada tanggal 1 Juli 2016 mengesahan RUU ini menjadi UU. Rencana pengampunan pajak ini sudah digaungkan sejak tahun lalu berbarengan dengan rencana DPR untuk merevisi UU KPK.
Usulan ini sempat menimbulkan penolakan masyarakat yang luas karena pada awalnya DPR menginginkan skema pengampunan nasional yang tidak hanya meliputi pengampunan pajak tetapi juga semua pidana lain. Disamping itu, penolakan juga didasari alasan bahwa kebijakan pengampunan pajak akan mencederai rasa keadilan publik yang selama ini sudah taat menunaikan kewajiban pajaknya. Sebagai catatan Indonesia sudah pernah menerapkan pengampunan pajak pada tahun 1964 dan tahun 1984, sayangnya kebijakan ini belum mendongkrak kinerja pengelolaan pajak indonesia. Rasio penerimaan pajak yang masih rendah pada kisaran 12% - 13%, serta tidak berdampaknya pengawasan dan penegakan hukum menjadikan sektor perpajakan ladang subur bagi penyimpangan dan korupsi.
Pada dasarnya UU Pengampunan Pajak dalam jangka pendek dapat memberikan harapan tambahan sedikit penerimaan negara, serta terbangunnya basis data dan ketaatan pajak dalam jangka panjang. Dengan skema tarif tebusan yang sangat rendah serta jangka waktu repratiasi yang pendek, muncul keraguan bahwa UU ini hanya sekedar ajang pencucian dosa bagi pera pelaku pidana; korupsi, narkoba dan money laudry misalnya. Disamping itu dengan skema tarif tebusan tiga lapis berdasarkan waktu deklarasi akan menjadi celah penyimpangan baru, khususnya antara petugas pajak dengan orang/badan yang akan mengikuti pengampunan pajak. Terlebih lagi dalam UU Pengampunan pajak semua data dan informasi yang disampaikan oleh para “penghindar pajak” ini haram hukumnya untuk dibuka bagi publik, termasuk bagi penegakan hukum aparat lain.
Pada akhirnya demi kepastian hukum dan menjamin pembangunan berjalan secara efektif, suka tidak suka Pengampunan Pajak diharapkan akan berjalan sesuai harapan pemerintah. Tentunya dengan catatan tebal ini tidak hanya sekedar sarana pengampunan dosa segala harta yang berasal dari pindana, dan jangan sampai menjadi ajang bancakan korupsi gaya baru. Dan dalam ruang kehidupan bernegara yang demokratis, serta menjamin tegaknya rasa keadilan publik, maka keinginan sebagian pembayar pajak untuk melakukan Judicial Review terhadap UU ini harus dihormati.[]