Kurang Adil jika Hanya Audit KPU
Audit dana operasional terhadap Komisi Pemilihan Umum Sumatera Utara dinilai kurang adil. Pasalnya, Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) bukan satu-satunya lembaga yang menerima dana itu.
Ada instansi vertikal lain penyelenggara pemilu seperti Panwaslu yang juga menerima dana operasional ini. Tetapi mengapa mereka tidak diaudit. Apa karena di Panwaslu ada unsur jaksa dan polisi. Ini kesannya jadi diskriminatif, kata Turunan Gulo, anggota KPUD Sumut, di Medan, Senin (25/6).
Namun, kata Turunan, KPUD siap mempertanggungjawabkan dana operasional senilai Rp 1,128 miliar yang diterima saat pemilihan legislatif dan presiden tahun 2004. BPK menganggap penggunaan dana tersebut tidak sesuai ketentuan dan berindikasi duplikasi pembayaran.
Berdasarkan laporan BPK ini, lima anggota KPUD Sumut dan 10 orang pegawai sekretariat KPUD yang menikmati dana tersebut diminta mengembalikan ke kas daerah Provinsi Sumut. Untuk lima anggota KPUD masing-masing diperkirakan menggunakan dana operasional hingga Rp 120 juta.
Turunan mengungkapkan, apa yang dilakukan KPUD dengan menerima dana operasional dari APBN dan APBD sudah sesuai undang-undang. Berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu bahwa keuangan KPU bersumber dari APBD dan APBN. Kalau menurut BPK ada duplikasi, di mana duplikasinya, ujarnya.
Terkait pengembalian dana oleh empat dari lima anggota KPUD dan pegawai sekretariatnya, Turunan menuturkan, hal tersebut dilakukan setelah KPUD bertemu dengan almarhum Gubernur Rizal Nurdin. (BIL)
Sumber: Kompas, 27 Juni 2007