Kwik Diperiksa di Kejati; Dalam Soal Penyaluran JPS, Bank Dunia Dinilai Tidak Adil
Mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Kwik Kian Gie diperiksa Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta terkait hibah dana Bank Dunia untuk proyek jaring pengaman sosial atau JPS tahun 2002 di Jakarta.
Proyek itu senilai 573.025 dollar Amerika Serikat. Tetapi, yang baru dicairkan 203.636 dollar AS dan diduga dikorupsi oknum staf Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Kwik diperiksa dari pukul 10.00 hingga pukul 18.30 di Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta, Kamis (26/4). Ia mengaku dimintai keterangan terkait dugaan penyimpangan dana pada proyek penguatan, penyelamatan, dan monitoring JPS dari Bank Dunia wilayah Asia Pasifik Timur.
Kepala Kejati DKI Jakarta Darmono menjelaskan, Kwik dimintai keterangan mengenai proses pelaksanaan JPS yang dibiayai Bank Dunia. Dari sisi jumlah, dugaan penyimpangan itu kecil, yaitu sekitar Rp 1,8 miliar, tetapi perkara ini menyangkut kredibilitas bangsa dengan pihak luar.
Disebut penyimpangan karena diduga pertanggungjawabannya tak benar dan kegiatannya fiktif. Semua yang terkait diperiksa, termasuk pelaksana lapangan dan rekanan, yaitu 15 saksi, katanya.
Darmono mengakui, pemeriksaan perkara itu dilakukan karena beberapa hal. Pertama, ada laporan dari masyarakat mengenai dugaan penyimpangan dana JPS. Kedua, ada prosedur, seperti kelengkapan administrasi, yang tidak dilengkapi dan diduga kuat adanya tindak pidana korupsi.
Ketiga, ada penolakan pencairan dana dari Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara karena dokumen yang diajukan diragukan kebenarannya. Keempat, pertanggungjawaban JPS ditolak pemberi donor, yaitu Bank Dunia.
Masalahnya kita akan memeriksa pertanggungjawaban kepada orang yang paling bertanggung jawab, yaitu pelaksana teknis, seperti pimpinan proyek dan pelaksana di lapangan. Kami memulai pertanggungjawaban pidana orang yang secara riil melakukan tindak pidana korupsi, baik orang yang turut serta atau membantu melakukan, katanya.
Kwik, mantan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, menjelaskan, ia baru mengetahui adanya dugaan penyimpangan setelah menerima surat Bank Dunia melalui Menteri Keuangan. Menkeu meminta ia selaku Kepala Bappenas menangani masalah ini karena proyek JPS dikerjakan tim Bappenas.
Menurut Kwik, untuk proyek itu ia menunjuk pejabat Bappenas yang dipimpin Ketua Panitia Pengarah Bambang Bintoro Sarjito, yang ketika itu menjabat Deputi Pembangunan Daerah dan Regional. Ia tak mengetahui pelaksanaan proyek itu hingga ada surat dari Bank Dunia yang menuduh terjadi korupsi dalam proyek tersebut.
Ditambahkannya, ada dua langkah yang dilakukan ketika memperoleh surat Bank Dunia. Pertama, tindakan internal dengan meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Inspektorat Utama Bappenas melakukan penyelidikan terkait dengan laporan itu. Kedua lembaga itu mengumpulkan semua data untuk diserahkan kepada penegak hukum.
Pendapat Bank Dunia berbeda dengan BPKP dan Inspektorat Utama Bappenas. BPKP berpendapat tak ada korupsi, tetapi penyimpangan prosedur. Inspektorat Utama Bappenas menyatakan tak ada korupsi, tetapi penyimpangan prosedur dan inefisiensi. Kalau disebut ada kerugian, jumlahnya hanya Rp 58,093 juta.
Kedua, eksternal, dia melobi Bank Dunia dan Uni Eropa agar Indonesia hanya mengembalikan uang yang diduga dikorupsi. Saya katakan, Bank Dunia dan Uni Eropa tidak fair, ujarnya. Mereka memberikan hibah, lalu menuduh uang itu dikorupsi dan meminta uang itu dikembalikan seluruhnya. (VIN)
Sumber: Kompas, 27 April 2007