KY Gagal Bangun Mekanisme Seleksi; Tiga Opsi Disiapkan DPR

Kekecewaan terhadap seleksi hakim agung yang dilakukan Komisi Yudisial terus mengalir. Komisi III DPR, Senin (20/11), bertemu dengan Mahkamah Agung. Anggota Komisi III menilai KY gagal dalam membangun mekanisme seleksi.

UU Komisi Yudisial menyebutkan, KY mengajukan tiga kandidat untuk mengisi satu kekosongan hakim agung. MA membutuhkan enam hakim agung sehingga jika mengikuti UU Komisi Yudisial, KY harus mengusulkan 18 calon hakim agung. Kenyataannya, KY hanya mengusulkan enam calon hakim agung.

Proses seleksi, di mana pun posisinya seharusnya berdasarkan kebutuhan MA, kata Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan (Fraksi PDI-P, Sumatera Utara II) kepada pers seusai bertemu MA.

Trimedya mengatakan, sebelumnya KY dan MA telah bertemu dan menyepakati akan menjaring 18 calon hakim agung baru. Terus terang kalau sudah ada pembicaraan seperti itu, kebutuhan riilnya seperti apa, kami agak menyayangkan mengapa hasilnya tidak berdasarkan kebutuhan, tutur Trimedya.

Anggota Komisi III lainnya, Benny K Harman (Fraksi Partai Demokrat, NTT I), mengatakan, sebenarnya MA kecewa dengan hasil seleksi. Kekecewaan MA salah satunya berkaitan dengan banyaknya calon yang mereka ajukan tidak lolos dalam seleksi itu.

Sebagai catatan, dari 42 calon hakim karier yang diajukan, hanya dua orang yang lolos hingga seleksi tahap akhir. Padahal yang diajukan MA adalah calon unggulan. Tetapi itu diamputasi begitu saja. Yang dipersoalkan di sini adalah instrumen seleksi yang digunakan KY, yaitu PPSDM itu. Instrumen itu tidak untuk menjawab kebutuhan MA, tutur Benny menambahkan.

Ia menilai hasil itu merupakan kegagalan KY membangun mekanisme seleksi yang memenuhi kebutuhan MA. Benny merencanakan akan mengajukan tiga opsi. Pertama, mengembalikan enam calon kepada KY dan KY menambah lagi jumlah calon. Kedua, menolak semua calon. Ketiga, memilih dua dari enam calon yang ada.

Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan mengemukakan, yang dibutuhkan MA adalah hakim agung yang jujur. Namun, pihaknya tidak dapat berbuat apa-apa jika kemudian hasil yang diperoleh seperti itu. Pihaknya tidak ingin campur tangan atas proses seleksi itu, baik saat masih berada di tangan KY maupun di DPR.

Berkaitan dengan komposisi calon hakim agung yang ternyata tidak sesuai dengan kebutuhan MA, Bagir menyerahkan sepenuhnya kepada DPR. Namun dari pengalaman lima tahun terakhir, perbedaan antara hakim agung karier dan hakim agung nonkarier tidak terlalu mencolok.

Sementara pekan lalu, Wakil Ketua KY Thahir Saimima kepada Kompas mengatakan, meskipun ada kritik, proses dan hasil seleksi hakim agung yang dilakukan KY baik. Ia menyebut, sejumlah LSM menilai proses seleksi bagus meski ada yang mengatakan belum mantap.

Kekurangmantapan dari sebagian LSM itu, tutur Thahir Saimima, berkaitan dengan lolosnya calon hakim agung yang tengah menghadapi kasus dugaan korupsi. (jos)

Sumber: Kompas, 21 November 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan