KY Harus Ajukan Calon Tiga Orang untuk Satu Lowongan
Komisi Yudisial harus mengajukan tiga calon hakim agung untuk satu lowongan hakim agung di Mahkamah Agung (MA). Itu berarti jika MA membutuhkan enam hakim agung maka Komisi Yudisial harus mengajukan delapan belas calon hakim agung ke DPR, bukan sembilan calon hakim agung.
Hal itu disampaikan Ketua Ikatan Hakim Cabang PN Simalungun Binsar Gultom kepada Kompas melalui faksimili tertulis, hari Sabtu (28/10). Menurut Binsar, ketentuan itu jelas tertuang dalam pasal 18 UU No 22/2004 yang antara lain menyebutkan, ...Komisi Yudisial menetapkan dan mengajukan tiga calon hakim agung kepada DPR untuk setiap satu lowongan hakim agung, dengan tembusan kepada Presiden.
Maksud pengajuan tiga calon untuk satu lowongan, menurut Binsar, adalah agar memberikan keleluasaan bagi kepada DPR untuk memilih yang terbaik dari para kandidat yang telah diseleksi Komisi Yudisial untuk diteruskan kepada Presiden. Jika jumlah calon yang diseleksi masih kurang dari yang ditetapkan, Binsar menyarankan agar Komisi Yudisial membuka lagi pendaftaran baru untuk calon hakim agung dari karier.
Komisi Yudisial akan memulai wawancara dengan sembilan calon hakim agung pada Selasa (31/10) dan Rabu (1/11). Dari sembilan calon yang diwawancarai belum tentu semuanya diloloskan Komisi Yudisial.
Secara tidak langsung itu dikatakan Ketua Panitia Seleksi Prof Dr Mustafa Abdullah saat mengomentari lolosnya sembilan calon agung yang telah lolos seleksi kepribadian. Komisi Yudisial belum mempertimbangkan hal-hal lain diluar hasil tes. Hal lain akan dipertimbangkan dalam tahap seleksi berikutnya, yaitu investigasi dan wawancara, kata Mustofa saat itu. (Kompas, 30/9).
Di tempat terpisah, Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan (Fraksi PDIP, Sumatera Utara II) mengatakan, DPR tetap akan melakukan seleksi seperti seleksi hakim agung yang pernah dilakukan. Dalam proses seleksi itu, kata Trimedya, bisa saja calon yang diusulkan Komisi Yudisial gugur di DPR.
Binsar mengatakan, setelah Komisi Yudisial mengusulkan nama calon hakim agung, DPR bisa melakukan seleksi lebih ketat dengan melibatkan MA. Meskipun ia mengakui pelibatan MA di DPR dalam seleksi hakim agung itu tidak diatur dalam undang-undang.
Sebagaimana hakim karier lainnya, Binsar juga mempersoalkan dominannya hakim non-karier yang akan diwawancarai Komisi Yudisial. Ia mengutip penjelasan pasal 18 UU KY yang menyebutkan, Seleksi terhadap kualitas bakal calon adalah seleksi yang dilakukan Komisi Yudisial untuk menilai kecakapan, kemampuan, integritas, dan moral bakal calon dalam melaksanakan tugasnya di bidang peradilan. Jelas yang dinilai adalah kualitas di bidang peradilan, bukan akademis, kata Binsar memprotes. (bdm)
Sumber: Kompas, 30 Oktober 2006