Lagi, Dua Tersangka Kemenlu Masuk Bui
Kasus Markup Tiket Pesawat Diplomat
Satu per satu tersangka kasus penggelembungan (markup) tiket pesawat untuk diplomat Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dijebloskan ke sel tahanan. Setelah mantan staf Biro Keuangan Kemenlu Ade Wismar Wijaya dan Dirut PT Indowanah Inti Sentosa Syarwanie Soeni, penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) menahan I Gusti Putu Adhyana dan Syarif Syam Amar.
Adhyana adalah kepala bagian (Kabag) Pelaksana Anggaran Kemenlu 2003-2007, sedangkan Syarif merupakan kabag Pelaksana Anggaran Kemenlu 2007-2009. Mereka resmi ditahan terhitung kemarin pukul 16.30 setelah diperiksa sejak pagi. Sebagaimana tersangka lain, Syarif dan Adhyana ditahan di Rutan Kejaksaan Agung (Kejagung).
''(Penahanan) ini untuk mencegah atau karena adanya kekhawatiran yang bersangkutan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti,'' ujar Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Arminsyah dalam siaran persnya kemarin.
Menurut dia, para tersangka terlibat kasus markup pembiayaan tiket perjalanan dinas diplomat di Kemenlu yang ditengarai terjadi mulai 2008 hingga 2009. Dalam kasus tersebut, kerugian negara selama periode itu diperkirakan mencapai Rp 20 miliar.
Dengan penahanan tersebut, berarti sejauh ini sudah empat tersangka yang ditahan. Seorang tersangka lain, yakni Ade Sudirman -yang juga mantan pejabat Kemenlu- belum menjalani pemeriksaan karena sedang sakit.
Kasus markup tiket itu diduga melibatkan pejabat Biro Keuangan Kemenlu dan perusahaan agen perjalanan. Modusnya, para diplomat yang dipanggil pulang dari luar negeri membeli tiket sendiri, lalu mengklaim biaya tiket kepada agen perjalanan yang ditunjuk. Singkat cerita, terjadi penggelembungan harga 25-100 persen.
Arminsyah menambahkan, dalam kasus tersebut, sangat mungkin tersangkanya bertambah. Dia menjelaskan, tim penyidik terus mendalami keterlibatan biro perjalanan PT Indowanah. ''Kami juga akan mengkaji kemungkinan peran pejabat dan mantan pejabat lain di Kemenlu,'' tegasnya. (zul/jpnn/agm)
Sumber: Jawa Pos, 11 Maret 2010