Lagi, Terdakwa Pembobol BNI Disidang
Pengacara menilai dakwaan jaksa cacat hukum.
Jeffrey Baso kemarin mulai menjalani sidang. Jaksa penuntut umum Sahat Sihombing mendakwa Direktur Utama PT Triranu Caraka Pasifik itu terlibat kasus dugaan pencairan letter of credits (L/C) fiktif BNI Cabang Kebayoran Baru. Jeffrey secara bersama-sama diduga memperkaya diri sendiri atau orang lain sehingga mengakibatkan kerugian negara, ujar Sahat membacakan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin.
Persidangan ini sempat tertunda dua kali karena Jeffrey sakit. Mengenakan kemeja lengan pendek berwarna hijau kotak-kotak, Jeffrey duduk di kursi roda mendengarkan jaksa membacakan dakwaan terhadap dirinya.
Menurut jaksa, kasus ini berawal pada November-Mei 2003. Jeffrey bersama Adrian H. Waworuntu (terpidana seumur hidup kasus yang sama), Maria Pauline Lumowa, Ollah Abdullah Agam, dan Aprilla Widharta (terpidana 15 tahun) mengajukan negosiasi untuk pembayaran delapan lembar L/C ekspor pada BNI Cabang Kebayoran Baru.
Dalam negosiasi itu, kata Sahat, PT Triranu Caraka dibuat seolah-olah melakukan aktivitas ekspor barang ke luar negeri. Namun, kata Sahat, kegiatan ekspor itu tidak pernah ada dan kelengkapan dokumen PT Triranu Caraka untuk negosiasi tersebut dibuat secara tidak benar.
Hasil pencairan delapan L/C fiktif itu, kata Sahat, adalah sebesar US$ 12,9 juta dan 8,3 juta euro. Dana sebesar itu masing-masing ditempatkan pada rekening PT Triranu Caraka dan rekening Gramarindo Group.
Menurut Sahat, uang sebanyak US$ 12,9 juta itu kemudian dipindahbukukan dalam valuta asing. Sedangkan uang 8,3 juta euro dialirkan ke rekening PT Magna Graha Agung dan PT Sagaret Team (Gramarindo Group). Sebagian dana itu kemudian ditransfer ke PT Brocolin Internasional, ujarnya. Brocolin adalah salah satu perusahaan penampung dana hasil pembobolan BNI.
Selain dialirkan ke rekening Gramarindo Group, hasil pencairan L/C fiktif itu, kata jaksa Sahat, juga digunakan Jeffrey untuk kepentingan pribadi. Menurut Sahat, Jeffrey membeli sebanyak 7.500 lembar saham Brocolin senilai Rp 7,5 miliar dan membeli dua rumah di Cibubur senilai Rp 1,6 miliar. Jeffrey, kata jaksa, juga membeli sebidang tanah di Bali seharga Rp 2,5 miliar. Akibat perbuatannya, negara diduga mengalami kerugian US$ 9,3 juta dan 8,3 juta euro, ujar Sahat.
Sidang yang dipimpin hakim Sutjahyo Patmo itu berlangsung selama hampir satu jam. Seusai pembacaan, hakim sempat menanyakan kepada Jeffrey perihal dakwaan. Jeffrey mengaku mengerti atas dakwaan itu.
Sementara itu, Humphrey Djemat, pengacara Jeffrey, menilai dakwaan jaksa cacat hukum. Sebab, kata dia, dakwaan yang diajukan jaksa tidak sesuai dengan berkas pemeriksaan.
Menurut Humphrey, dakwaan jaksa mengacu pada berkas pemeriksaan pada 2006, sedangkan berkas yang dipakai adalah berkas pemeriksaan pada 2004. Jadi tidak sinkron antara dakwaan dan berkas pemeriksaan, ujarnya. Karena itu, Humphrey menyatakan akan mematahkan dakwaan jaksa itu dalam eksepsi (bantahan).
Ditemui terpisah, anggota tim jaksa Risman Tarihoran mengatakan dalam kasus ini Jeffrey terancam hukuman maksimal seumur hidup. Risman membantah anggapan pengacara Jeffrey bahwa ada dua berkas pemeriksaan yang berbeda dalam dakwaan jaksa. AGOENG WIJAYA
Sumber: Koran Tempo, 5 Juli 2006