Lagi, Tiga Kepala Daerah Ditahan
Kasus Korupsi, SBY Telah Keluarkan Izin Pemeriksaan 63 Pejabat
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menunjukkan komitmen untuk memberantas tindak pidana korupsi di jajaran pejabat negara. Hal itu, antara lain, dibuktikan dengan mengeluarkan 63 izin penyidikan, penahanan, dan pencopotan pejabat negara.
Surat izin tersebut dikeluarkan sejak SBY mulai memegang jabatan pada Oktober 2004. Sesuai UU, peningkatan status sebagai tersangka serta penahanan dan pencopotan gubernur, bupati/wakil bupati, wali kota/wakil wali kota, dan anggota MPR/DPR harus mendapatkan izin dari presiden.
Bahkan, tiga surat izin penyidikan dan penahanan bupati dan wali kota kemarin kembali diteken presiden. Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan atas dugaan tindak pidana korupsi. Izin tersebut diberikan kepada jaksa agung untuk menahan Bupati Lamandau (Kalimantan Tengah) Bustani D.J. Machmud, Bupati Bone Bolanga (Gorontalo) Ismet Mile, dan Wali Kota Prabumulih (Sumatera Selatan) Rachmat Djalili.
Menurut Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng, surat izin itu diterbitkan sebagai bukti keseriusan presiden melaksanakan pembersihan tiga target utama pemerintahan, yaitu tindak pidana korupsi, terorisme, dan narkotika.
Seluruh surat izin itu diterbitkan atas usul Kapolri dan jaksa agung serta diverifikasi secara berlapis di Mabes Polri/Kejagung, Deputi Bidang Hukum Seskab, dan Kantor Kepresidenan. Seluruh usul akan dicek apakah sudah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Setiap surat izin diterbitkan dengan pertimbangan hukum yang matang, katanya kepada wartawan di Kantor Kepresidenan kemarin.
Di tempat terpisah, Kapuspenkum Kejagung Masyhudi Ridwan menyatakan, Bustani D.J. Machmud tersangkut kasus dugaan korupsi APBD Lamandau 2004. Ismet Mile menjadi tersangka kasus dugaan korupsi dalam pembangunan fasilitas penunjang objek wisata Lombongo, yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga pada 2003.
Dia juga diduga menggunakan sisa ABT (anggaran biaya tambahan) APBD 2003 dan penggunaan DAK (dana alokasi khusus) nonreboisasi 2004 serta sharing dana APBD 2004, kata Masyhudi. Rachmat Djalili, lanjut dia, diduga terlibat korupsi dalam pengadaan tanah lahan perkantoran wali kota Prabumulih dan RSUD pada 2003.
Alhamdulillah, izin sudah ditandatangani presiden. Jika kita sudah terima, kita segera kirim ke kejati masing-masing daerah, tuturnya.
Andi menjelaskan, dalam waktu dekat, presiden akan menerbitkan surat izin penyidikan dan penahanan terhadap calon tersangka kasus dugaan korupsi di sekretariat negara (setneg). Saat ini, surat izin masih diproses di sekretariat kabinet.
Tapi, dia menolak menyebut nama maupun inisial calon tersangka tersebut. Sedang dalam proses finalisasi di seskab. Dalam waktu dekat, akan diumumkan setelah ada keputusan dari presiden. Seluruh proses akan berjalan transparan, terang Andi.
Kasus yang dimaksud adalah dugaan korupsi atas perpanjangan HGB (hak guna bangunan) Hotel Hilton di lahan Gelora Bung Karno yang dibangun PT Indobuild Co milik Ibnu Sutowo (mantan Dirut Pertamina).
Penyidik Timtastipikor telah meminta izin kepada presiden untuk memeriksa Alimazi dan seorang anggota DPR/MPR RI. Alimazi, yang juga mantan kuasa hukum PT Indobuild Co, kini menjabat gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra).
Timtastipikor kemarin kembali memeriksa saksi ahli dalam kasus korupsi yang merugikan negara Rp 1,7 triliun tersebut. Saksi ahli itu adalah Gunawan Sidauruk dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Dia dimintai kesaksian untuk mengungkap berapa kerugian negara. Sebelumnya, Timtastipikor telah meminta pendapat ahli hukum dari FH UI (Fakultas Hukum Universitas Indonesia).
Andi membantah penerbitan surat izin lambat. Menurut dia, saat ini banyak surat permohonan izin penyidikan dan penahanan dari polda maupun kejati/kejari yang masih diverifikasi Mabes Polri dan Kejaksaan Agung. Kita tidak ingin terjadi kesalahan dalam penerbitan surat izin karena ini berkaitan dengan pelaksanaan pemerintahan, katanya. (noe/mon)
Sumber: Jawa Pos, 29 Desember 2005