Lapor Korupsi Jangan Takut Dipecat
Pegawai negeri sipil (PNS) dan para karyawan di perusahaan swasta tak perlu takut-takut lagi melaporkan pelanggaran yang berindikasi korupsi di instansinya. Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) kemarin (10/11) meluncurkan sistem pelaporan pelanggaran (SPP). Sistem itu akan mewadahi para pelapor kasus (whistle blower) yang ingin melakukan perubahan bagi lembaga tempat mereka bekerja.
Peluncuran SPP itu mendapat sambutan positif dari sejumlah pihak yang selama ini giat memberantas korupsi. Di antaranya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) di Graha Niaga, Jakarta, kemarin.
Penerapan SPP tersebut diyakini akan mempercepat good corporate governance di berbagai lembaga publik dan swasta. Sebab, sistem itu memungkinkan partisipasi masyarakat dan karyawan untuk lebih berani bertindak, melaporkan segala hal yang tidak prosedural atau melanggar ketentuan.
"Nantinya, yang muncul adalah mengurangi budaya diam menuju budaya kejujuran dan keterbukaan," ungkap Ketua KNKG Mas Achmad Daniri kemarin. Untuk melaksanakan sistem itu, KNKG mendorong setiap lembaga memiliki unit pengelola yang independen dan memiliki akses terhadap pimpinan.
Sejauh ini, baru ada dua lembaga yang sukses menerapkan SPP, yakni PT Telkom dan PT United Tractor. Beberapa lembaga besar segera menyusul, yakni PT Jamsostek (persero), Bulog, serta BP Migas. Lembaga pemerintah juga terus didorong segera memiliki unit khusus tersebut.
Pelanggaran yang bisa dilaporkan ke dalam unit khusus itu, antara lain, korupsi, perbuatan melanggar hukum, dan kecurangan. "Jadi, modelnya, kalau ada karyawan yang melaporkan kecurangan, akan mendapatkan perlindungan sepenuhnya dari instansi yang bersangkutan. Unit pengelola tadi juga memberikan jaminan penuh ," jelasnya. Daniri menyebutkan, sistem itu menyempurnakan model pengaduan yang telah berlaku, Kotak Pos 5000.
Dengan begitu, pelapor akan terhindar dari pemecatan, penurunan, atau catatan buruk dalam pekerjaan. Namun, apabila ada indikasi pelanggaran hukum, maka unit pengelola bisa meneruskannya kepada aparat penegak hukum. (git/kim)
Sumber: Jawa Pos, 11 November 2008
-----------------
Cegah Korupsi; Adanya Sistem Pelaporan Kembangkan Transparansi
Kehadiran Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran atau Whistleblowing System dinilai membantu mengembangkan transparansi. Sistem itu juga dinilai mampu memberikan jaminan keamanan kepada pelapor.
Meskipun perlu pengembangan lebih lanjut pada pengolahan penanganan laporan, sistem itu dinilai dapat berdampak dalam pencegahan korupsi. Apalagi, selama ini, khususnya di lingkungan pemerintahan, peran inspektorat tidak efektif, terutama dalam pelaporan dugaan penyelewengan pada instansinya.
Meskipun demikian, sistem yang nantinya melayani laporan pengaduan non-instansi itu tetap layak didukung. Demikian dikemukakan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bidang Pencegahan Haryono Umar, Senin (10/11) di Jakarta.
Haryono melihat sistem yang diluncurkan Komite Nasional Kebijakan Governance itu berdampak positif pada program tata kelola pemerintahan yang baik. ”Sistem itu bisa membantu membangun keterbukaan atas akses informasi, seperti harga, waktu, persyaratan, serta pelaporan jika seseorang menemukan pelanggaran,” kata Haryono.
Koordinator Tim Penyusun Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran Yunus Husein mengatakan, pedoman itu efektif untuk mencegah korupsi. Alasannya, pedoman itu mencegah dan memerangi praktik yang bertentangan dengan praktik tata kelola pemerintahan yang baik.
Efektivitas itu, lanjutnya, terlihat dari waktu penindakan yang relatif singkat. Untuk jangka panjang, pedoman itu akan mendorong perubahan sikap dan perilaku yang baik dalam berbisnis. Hal itu dapat diharapkan karena sistem tersebut menjadi bagian dari pengendalian internal suatu organisasi.
Anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), I Ktut Sudiharsa, menyambut baik kehadiran sistem pelaporan itu. Bahkan, LPSK bersedia membantu dan menjamin perlindungan terhadap pelapor. (JOS)
Sumber: Kompas, 11 November 2008