Laporan Akhir Tahun ICW 2013
Praktek korupsi politik makin menjadi menjelang pemilihan umum. Selama tahun 2013 aparat penegak hukum, khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap beberapa kasus yang berkaitan dengan para pemilik kekuasaan politik. Sebut saja suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Muchtar dan suap kepala SKK Migas Rudi Rubiandi yang menyeret sejumlah kepala daerah dan anggota parlemen.
Korupsi politik dianggap sebagai sumber utama korupsi. Keputusan hasil transaksi korup antara politisi di eksekutif dan legislatif secara teknis akan ditindaklanjuti oleh birokrasi sebagai pelaksana anggaran. Berbagai bentuk korupsi seperti mark up, proyek fiktif, manipulasi anggaran hasil kreasi birokrasi umumnya turunan dari korupsi politik.
Pemilihan umum merupakan momentum untuk melawan korupsi politik. Politisi yang menjadi aktor korupsi atau berupaya melemahkan pemberantasan korupsi harus dihukum dengan cara tidak dipilih kembali. Pada sisi lain, pemilu pun bisa menjadi ajang untuk mengganjar politisi yang telah menunjukan komitmen mendukung pemberantasan korupsi atau mempromosikan kandidat potensial yang memiliki kualitas dan integritas.
Ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi agar pemilu bisa dijadikan ajang untuk melawan korupsi politik. Pertama, mendorong partai agar menominasikan kandidat terbaik. Apabila saringan partai berfungsi dengan baik, tentu saja warga tidak akan terlalu repot memilah. Tapi masalahnya, banyak partai yang mendagangkan nominasi. Pada akhirnya, kandidat yang dimajukan bukan yang terbaik, tapi yang terkaya. Kedua, penyelenggaraan pemilu bebas dari praktek korupsi. Berbagai penyelewengan seperti manipulasi dana kampanye, penggunaan sumber daya negara, serta politik uang kepada pemilih dan penyelenggara tidak lagi mewarnai pemilu. Ketiga, pemilih memiliki informasi mengenai kandidat yang akan dipilih.
Indonesia Corruption Watch melakukan banyak upaya untuk menyelamatkan pemilu dalam rangka melawan korupsi politik di tahun 2013. Dimulai dari mendorong peningkatan tata kelola keuangan partai dengan melakukan uji informasi. Keterbukaan dalam keuangan diharapkan membuat partai tidak sembarangan dalam mengumpulkan dana termasuk dengan menjual nominasi kandidat.
Selain itu, ICW pun mulai mempersiapkan pengawasan pemilu terutama terkait tiga isu penting yaitu, tracking laporan dana kampanye, monitoring penggunaan sumber daya negara, dan politik uang. Kegiatan tersebut melibatkan ribuan pemantau dari aktivis dan kelompok warga anti-korupsi di lima belas provinsi.
Upaya lain memberi informasi kepada masyarakat mengenai kandidat yang akan berlaga dalam pemilu. Caranya, mempublikasikan kandidat incumbent yang diduga tidak memiliki komitmen dalam pemberantasan korupsi. Pada sisi lain, ICW mempromosikan kandidat bersih yang memiliki kualitas, integritas, dan track record bagus.
Tentu saja, selama 2013 masih banyak agenda lain yang dikerjakan oleh ICW. Memperkuat kelompok warga dan jaringan melalui penyusunan instrumen dan pelatihan antikorupsi, membuat kajian, membongkar berbagai kasus korupsi, dan menggugat aturan yang tidak berpihak kepada rakyat.