Laporan Dana Kampanye Diduga Penuh Manipulasi

dana kampanye

Hasil audit dan laporan dana kampanye dinilai perlu diumumkan.

Lembaga pemerhati korupsi Indonesia Corruption Watch (ICW) menduga laporan dana kampanye sejumlah partai politik penuh manipulasi. Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Ibrahim Fahmi Badoh menyatakan, indikasinya adalah total belanja partai lebih kecil daripada belanja iklan faktual di media massa.

 Public Accountability Report - ICW

“Besar kemungkinan partai politik memanipulasi penerimaan dan pengeluaran dana kampanye yang dilaporkan ke kantor akuntan publik,” kata Fahmi di Jakarta kemarin.

Ia mencontohkan, ada partai yang melaporkan mengeluarkan biaya belanja Rp 142,906 miliar. Hasil investigasi ICW menunjukkan biaya iklan partai mencapai Rp 277,291 miliar, atau ada selisih Rp 134,384 miliar. Investigasi dilakukan berdasarkan data yang dikonfirmasi ke lembaga penyiaran yang bersangkutan.

“Bisa jadi selisihnya lebih besar karena belanja iklan yang dilaporkan pasti lebih kecil ketimbang total belanja laporan ke kantor akuntan,” ujarnya.

Indonesia Corruption Watch menemukan sejumlah partai tak menyerahkan formulir B5 atau penanggung jawab laporan dana kampanye. Dengan tiadanya formulir ini, berarti laporan dana kampanye partai sulit dipertanggungjawabkan secara hukum. “Bagaimana bisa dipertanggungjawabkan kalau tak ada penanggung jawabnya?” kata Fahmi.

Mantan anggota Panitia Pengawas Pemilihan Umum, Topo Santoso, mengatakan, meski laporan dana kampanye dipenuhi kecurangan, sulit menindaknya secara pidana. Kepolisian dan kejaksaan sudah menutup pintu tindak lanjut terhadap pidana pemilihan. “Jadi memang pelaporan dana kampanye hanya bersifat normatif,” ujarnya.

Wakil Koordinator ICW Adnan Topan Husodo mendesak Komisi Pemilihan segera mengumumkan hasil audit dan laporan dana kampanye. Melalui pengumuman, masyarakat bisa menilai ada-tidaknya kecurangan peserta pemilihan dalam laporan itu.

“Masyarakat bisa mengetahui ada-tidaknya sumbangan fiktif atau besarnya sumbangan tak sesuai dengan kapasitas ekonomi si penyumbang,” katanya.

Komisi Pemilihan dinilai tak boleh mengumumkan hasil audit dari kantor akuntan publik. Hasil audit dinilai hanya administratif. “Bisa saja hasil audit dipoles supaya tak terlihat ada masalah,” ujarnya.

Ketua Komisi Pemilihan Abdul Hafiz Anshary mengatakan hanya akan mengumumkan hasil audit karena laporan tak diserahkan ke Komisi Pemilihan melainkan ke kantor akuntan publik. “Yang pasti kami umumkan adalah hasil audit,” katanya. PRAMONO

Sumber: Koran Tempo, 26 Mei 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan