Layanan Satu Pintu Kabupaten Sragen

Bila Anda orang yang tak punya banyak waktu, datanglah ke Sragen. Di kota kabupaten ini Anda akan dilayani serba cepat.

Sejak 2003, pemerintah Sragen telah menerapkan layanan satu pintu (one stop service). Di sini, segala perizinan dan tetek bengek lainnya bisa diurus hanya dalam hitungan hari. Kami menginginkan adanya pelayanan yang cepat, prima, dan jauh dari pungutan liar, kata Bupati Sragen Untung Sarono Wiyono Sukarno kepada Tempo beberapa waktu lalu.

Untuk mengurus kartu tanda penduduk, misalnya, cukup dengan uang Rp 5.000, selembar kartu identitas sudah di tangan hanya dalam waktu 2 menit. Begitu juga dengan kartu keluarga yang hanya menelan biaya Rp 4.500.

Informasi yang disediakan oleh Sragen tak hanya memanjakan rakyatnya, tapi juga manjur memikat investor. Dengan layanan berbasis web, para pemilik modal dapat melihat lebih dekat kesiapan sarana dan prasarana yang dimiliki kabupaten ini.

Langkah itu tak pelak membuat Sragen menempati posisi pertama sebagai daerah pro-investasi di Jawa Tengah pada 2005. ANAS SYAHIRUL
----------------
Tidak Ada Lagi Izin dari Bawah Meja

Bintang Untung Sarono Wiyono Sukarno kian cemerlang dalam beberapa bulan terakhir. Bupati Sragen, Jawa Tengah, ini meraih sekaligus tiga penghargaan, yakni E-government Award, Leadership Award, dan Solopos Award 2006.

Penghargaan tersebut memang tak jatuh dari langit. Ini adalah buah kerja kerasnya selama bertahun-tahun. Sejak dilantik menjadi Bupati Sragen pada 2001, pria yang akrab dipanggil Untung ini giat menggodok penerapan layanan satu pintu (one stop service) di wilayahnya.

Layanan berbasis teknologi ini memudahkan masyarakat dalam mengurus berbagai perizinan. Kartu tanda penduduk, kartu keluarga, sampai akta kelahiran dapat diurus hanya dalam hitungan menit. Begitu juga dengan perizinan dalam bidang usaha. Para investor tak perlu lagi menghabiskan ratusan hari hanya untuk menunggu keluarnya izin usaha mereka.

Langkah Untung memangkas birokrasi tak pelak membuat praktek korupsi di kabupaten ini makin terkikis. Tidak ada lagi pungutan liar dan waktu yang terbuang percuma.

Berbekal kepiawaian manajerial dan pengalaman di bidang bisnis, Untung maju menjadi bupati. Padahal langkah aktivis Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini awalnya sempat ditentang oleh istri dan anak-anaknya. Mereka tidak membayangkan bagaimana kalau saya menjadi pejabat, kata Untung diikuti tawa berderai.

Toh, pemilik beberapa perusahaan minyak dan gas bumi ini akhirnya bisa menjawab keragu-raguan keluarganya. Setelah lima tahun memimpin Sragen, Untung kembali terpilih pada 2006. Kursi bupati kembali didudukinya untuk kedua kali.

Di sela rapat kerja dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia di Jakarta, Kamis sore lalu, Untung menerima wartawan Tempo Dewi Rina, Ami Afriatni, dan fotografer Ayu Ambong untuk sebuah wawancara khusus. Wawancara berlangsung di lobi Gedung Nusantara DPR RI, Jakarta. Berikut ini petikannya.

Pemerintah Daerah Sragen mendapat penghargaan karena menerapkan e-governance. Apa kegunaan penerapan teknologi informasi ini dalam pemerintahan?

Saat ini teknologi sudah semakin canggih. Apalagi Indonesia punya satelit sendiri. Kalau tidak mau dipakai, kan sayang sekali. Sebab, teknologi informasi itu digunakan untuk mengontrol dan mempercepat pekerjaan, reporting, serta telekonferensi. Dengan teknologi WAP-line yang digunakan, ongkosnya bisa lebih murah dan dapat digunakan juga untuk Internet. Kami memang memakai itu untuk mengontrol beberapa pekerjaan sekaligus karena semua bisa langsung diakses.

Apakah layanan ini bisa diakses oleh semua orang?

Bisa, baik masyarakat maupun pemerintah. Bupati, wakil bupati, sekretaris daerah.

Sebelum menerapkan e-governance, apakah Anda melakukan studi banding ke daerah lain?

Banyak daerah yang dikunjungi. Kebetulan ada daerah yang menjadi pilot project. Misalnya Gianyar, Pare-Pare, Siak, Pati, dan Jembrana. Setiap daerah memiliki layanan sendiri-sendiri. Makanya saya membuat layanan ini dengan hasil studi banding yang disesuaikan dengan daerah kami. Intinya adalah untuk mempermudah administrasi dengan ongkos yang sangat murah.

Apakah studi banding dilakukan hingga ke luar negeri?

Tidak. Hanya di daerah pilot project saja, seperti Siak.

Sragen sukses menerapkan sistem pelayanan pelayanan terpadu. Apa saja pelayanan yang diberikan?

Hampir semuanya. Kalau di kabupaten sudah melayani 52 izin, sedangkan di kecamatan 16 izin, dan 8 kewenangan yang kami serahkan ke desa. Layanannya antara lain dari pembuatan kartu tanda penduduk, kartu keluarga, sampai izin industri skala kecil. Jadi akan mempermudah masyarakat. Kami mengeluarkan KTP, misalnya, paling hanya lima menit sudah selesai. Dengan teknologi informasi, kami bisa online hingga ke kecamatan. Kami memberi wewenang kepada setiap kecamatan, namanya desentralisasi kecamatan.

Apa tujuan yang hendak dicapai?

Intinya, pemerintah harus melayani masyarakat dengan baik, transparan, dan akuntabel. Jadi masyarakat tidak bertanya-tanya. Kami tidak hanya melakukannya di tingkat pemerintah kabupaten, tapi juga di jajaran struktural. Misalnya Departemen Agama, Badan Pusat Statistik, dan Badan Pertanahan Nasional. Di Sragen, kinerja BPN sudah bagus. Begitu pula dengan Departemen Agama, sudah transparan. Sebab, layanan yang diberikan oleh Departemen Agama macam-macam, dari mengurus pernikahan sampai cerai.

Apakah sistem online sudah diterapkan di sana?

Mereka sedang melakukan tabulasi dulu. Pada 2007, diharapkan semua sudah bisa online dengan muspida (musyawarah pimpinan daerah). Saat ini ada beberapa desa yang sudah bisa menggunakan sistem online, walau baru sebatas percontohan saja. Ini untuk kontrol, memudahkan instruksi dan laporan. Banyak hal yang sesungguhnya bisa dikerjakan.

Apakah dampaknya sudah bisa dirasakan langsung?

Dampaknya banyak karena perizinan mudah dan tidak bertele-tele. Kami bisa lebih akuntabel dan dapat terkontrol. Aset badan usaha milik desa juga naik dari Rp 40 miliar menjadi Rp 200 miliar. Begitu pun pertumbuhan ekonomi dan fiskal juga naik. Fiskal, misalnya, ada kenaikan sampai 200 persen setiap tahunnya karena semua memiliki izin. Pengusaha skala kecil punya izin. Kami juga pro-investasi. Investasi saat ini mendekati target, yaitu Rp 1 triliun. Dampaknya terhadap ekonomi sangat baik, seperti penyerapan kredit dan tenaga kerja. Saat ini mencari tenaga kerja di Sragen kesulitan.

Mengapa sulit?

Karena penyerapan tenaga kerja di Sragen termasuk tinggi. Kami juga memberikan mereka pendidikan keterampilan. Jadi intinya terintegrasi. Teknologi informasi itu untuk mempermudah. Saya cukup duduk di komputer dan para pegawai kabupaten mengirimkan laporan harian. Setiap yang memegang kas harus memberikan laporan harian. Seperti bank saja, kami tutup setiap pukul dua siang.

Berapa penghematan yang bisa dilakukan?

Banyak. Biaya telepon saja turun drastis, bisa 40 hingga 50 persen dari tagihan rutin tiap bulan. Komunikasi bisa lebih murah, lebih transparan, dan akuntabel. Kami nggak menggunakan telepon, tapi memakai wireless. Itu sudah nggak pakai duit dan pajak. Juga tidak perlu membuang-buang kertas karena hanya tinggal diakses melalui komputer.

Siapa yang menggagas sistem ini?

Saya sendiri. Kebetulan sewaktu saya masih di Jakarta, perusahaan milik saya bergerak di bidang teknologi informasi. Sebenarnya kelihatannya itu adalah hal yang kecil, tapi dampaknya besar sekali. Masyarakat mengurus izin tidak perlu berlama-lama. Kami juga sudah mendapat ISO 9001.

Sejak kapan sistem ini diterapkan di Sragen?

Mulai 2002.

Ketika memulai, apakah Anda menemui hambatan?

Oh ya, pasti. Pertama kali ada keberatan dari pegawai. Biasanya terima duit, sekarang tidak lagi. Tapi, kalau pemimpinnya transparan, anak buah pasti mengikuti. Karena saat ini kami transparan, tidak ada lagi pengurusan izin di bawah meja (ilegal).

Berapa lama biasanya masyarakat mengurus izin?

Ya ampun, itu tidak bisa diprediksi. Rata-rata pengurusan izin di Indonesia bisa memakan waktu hingga 136 hari. Sedangkan di Sragen hanya 12 hari kerja sudah selesai. Jadi kalau mau mendirikan perusahaan itu harus ada izin polisi, IMB (izin mendirikan bangunan), sampai SIUP (surat izin usaha perdagangan). Itu bisa selesai hanya 12 hari kerja, lebih cepat 30 persen dari biasanya.

Berarti Anda mengadopsi sistem perusahaan ke pemerintahan?

Ya, berdasarkan pengalaman saja.

Bagaimana tanggapan masyarakat?

Sangat senang. Pelayanannya mudah dan transparan. Tanpa harus menaikkan retribusi, dana alokasi umum Sragen naik tinggi. Kami juga memangkas 14 retribusi, termasuk akta kelahiran.

Investor mana saja yang sudah berminat berinvestasi di Sragen?

Ada yang lokal, ada yang asing. Ada yang bergerak dalam bidang alat-alat pertanian, tekstil, dan alat-alat untuk furnitur.

Anda juga mengembangkan kawasan industri. Apakah Anda akan mengembangkan Sragen sebagai kota berbasis industri?

Tidak. Kami memiliki empat aspek utama yang akan dikembangkan untuk Sragen. Pertama adalah pertanian. Sragen dikenal sebagai lumbung padi Jawa Tengah. Kami akan mengupayakan tanah marginal menjadi subur. Kedua, industri. Kami akan mengembangkan industri yang ramah lingkungan. Ketiga, perdagangan dan jasa. Dan terakhir, pariwisata. Kami punya Kedungombo dan permandian air panas. Babad Mataram kan asalnya dari Sragen.

Bagaimana persiapan sarana dan prasarananya?

Kami mulai dengan mempersiapkan sumber daya manusianya dulu. Jangan sekali-kali membuat layanan teknologi informasi, tapi sumber daya manusianya belum siap. Sama saja bohong.

Kapan Anda mulai menyiapkan sumber daya manusianya?

Saya menyiapkannya mulai 2001, sejak saya dilantik menjadi bupati. Kami melatih mereka tidak sampai setahun. Paling hanya enam bulan. Enam bulan berikutnya persiapan. Saat itu memang masih perlu didampingi. Sekarang sistem ini sudah dikelola sendiri oleh pegawai negeri. Kami malah sering diundang sebagai konsultan ke daerah-daerah lain.

Apakah layanan ini bisa diterapkan di semua daerah?

Oh, bisa. Mulai tingkat kelurahan sampai provinsi. Tergantung bagaimana komitmen pemimpinnya. Sedangkan anak buah sih tidak jadi masalah. Semua kan tergantung pemimpinnya.

Ada persyaratan untuk masing-masing daerah?

Setiap daerah punya karakteristik masing-masing. Kalau saya tidak cocok dengan manajemen yang diterapkan oleh Pemerintah Kabupaten Gianyar. Mereka menggunakan mobil keliling untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Jadi mengurus izinnya tiap kecamatan. Ini tidak cocok diterapkan di tempat kami karena wilayah Sragen lebih luas. Kami ada 20 kecamatan dengan jarak masing-masing bisa mencapai 65 kilometer. Untuk itu, lebih efektif menggunakan teknologi informasi.

Siapa sponsor proyek ini?

Kami bekerja sama dengan sejumlah lembaga asing, seperti Swiss Contact, Asian Development Bank, JICA (Japan International Cooperation Agency), dan lembaga-lembaga donor lainnya. Untuk persiapan sumber daya manusia, kami mendapat bantuan sampai US$ 5 juta.

Berapa tenaga SDM yang dikembangkan?

Terus bertambah sesuai dengan kebutuhan kami. Malah dari luar negeri banyak yang membantu memberikan software. Kami juga diminta UNDP (United Nations Development Programme) untuk menjadi konsultan di Aceh dan Nias.

Apakah keberhasilan penerapan sistem ini juga ditentukan pula oleh luas wilayah?

Tidak juga. Setiap daerah punya aturan dan kebijakan hukum masing-masing. Karena dalam otonomi daerah, tiap daerah kan bisa seenaknya mengembangkan inovasi-inovasi. Pada intinya, kami membangun sistem dengan tidak menghilangkan rezeki orang lain sehingga mereka tidak mendapatkan insentif dari uang negara, tapi dari hasilnya. Layanan satu pintu (one stop service) hanya salah satu instrumen untuk menggerakkan birokrat sehingga semua instansi berfungsi dengan baik.

Sebelum menjadi bupati, Anda seorang pebisnis. Mengapa akhirnya tertarik menjadi bupati?

Mau enak sih memang enakan menjadi pebisnis. Tapi dari awal niat saya adalah ingin ikut membangun negeri ini, walau hanya sekecil kuku. Mudah-mudahan menjadi amal ibadah kami.

Apakah keluarga Anda keberatan?

Pertama kali memang iya, tapi lama-lama dinikmati saja. Lha wong ketika saya mau berangkat ke pemilihan bupati terlambat, kok. Saya mau pemilihan pukul 7 malam, baru bisa berangkat pukul 9. Tidak terbayang saat itu bagaimana menjadi pejabat.

Apa saja keberatan dari keluarga?

Yang pasti karena tanggung jawab lebih berat dan waktu yang makin terbatas. Namun, saya bersyukur diberi Allah hidup yang lebih dari cukup.

Apa bisnis Anda selama ini?

Oil and gas. Bisnis ini sudah dimulai sejak 1982. Kami termasuk pionir untuk alih teknologi dalam bidang ini. Sebelumnya bidang ini banyak dikuasai oleh perusahaan asing.

Bagaimana membagi waktu antara bisnis dan jabatan?

Saat ini saya sudah tidak lagi terlibat di perusahaan. Semua dikelola oleh anak-anak saya. Saya sampaikan kepada anak-anak, all risk is yours. Saya hanya memantau dari jauh. Dalam hidup ini kan nggak boleh tanggung-tanggung. Mereka akan matang karena pengalaman. Tapi kalau kita bimbing terus, tidak akan matang.

Sumber: Koran tempo, 1 Oktober 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan