Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; Setahun Bekerja, 10 Saksi dan Korban Dilindungi
Selama setahun terbentuk dan bekerja, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban hingga kini telah menerima sebanyak 61 permohonan. Saat ini LPSK memberikan perlindungan fisik terhadap sekitar 10 orang yang menjadi saksi atau korban dari perkara korupsi, pembunuhan, kekerasan dalam rumah tangga, dan kasus pencucian uang.
Demikian disampaikan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Hari Semendawai dalam diskusi publik ”Satu Tahun LPSK: Capaian dan Tantangan” yang digelar LPSK, Elsam, dan Koalisi Perlindungan Saksi, Kamis (6/8) di Jakarta. Diskusi publik ini dalam rangka satu tahun terbentuknya LPSK. Selain Haris, tampil berbicara Emerson Yuntho (ICW/Koalisi Perlindungan Saksi) dan perwakilan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Menurut Haris, selama satu tahun bekerja, LPSK yang beranggotakan tujuh orang telah menerima permohonan-permohonan untuk perlindungan. Ia merinci, dari 61 permohonan yang diterima, tiga di antaranya merupakan permohonan kompensasi/restitusi, lima permohonan telah masuk dalam program perlindungan saksi, enam permohonan sedang dalam proses penelaan, investigasi/monitoring.
Selain itu, ada lima permohonan yang sedang menunggu kelengkapan berkas, 28 permohonan ditindaklanjuti dengan pengiriman surat kepada lembaga/instansi lain yang berwenang, dan 14 permohonan dinyatakan tidak masuk dalam program perlindungan saksi.
Mengenai 10 saksi/korban yang kini dalam perlindungan LPSK, Haris menjamin para saksi/korban yang kini dalam perlindungan ditangani secara profesional. (SON)
Sumber: Kompas, 7 Agustus 2009
---------------
LPSK Didera Sejumlah Masalah
by : Fransiskus Saverius Herdiman
Dukungan pemerintah terhadap lembaga sangat dibutuhkan.
Selama satu tahun sejak berdiri, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) belum bisa bekerja secara optimal. Komisi negara ini baru sebatas memberikan komentar dan curhat di media masa.
Sejak berdiri 2008 lalu, dukungan pemerintah terhadap lembaga ini terasa sangat minim. Institusi dan lembaga negara lain juga enggan melakukan kerja sama dengan LPSK. Kunjungan ke institusi negara selama ini baru sebatas silaturahmi, bukan dalam kerangka kerja sama (MoU) untuk memperkuat kinerja LPSK.
Selain persoalan eksternal, LPSK juga didera sejumlah kendala internal, seperti tidak memadainya dukungan sumber daya manusia yang bisa menggerakan komisi tersebut. Karena itu, dukungan pemerintah sangat dibutuhkan. Sejumlah perkerjaan rumah internal LPSK juga harus dituntaskan. Hal itu dilakukan sebagai upaya membangun LPSK yang dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi para korban.
Pemikiran tersebut mengemuka dalam diskusi memperingati satu tahun lembaga perlidungan saksi dan korban yang diselnggarakan LPSK diJakarta, Kamis, (6-8).
Peneliti ICW Emerson Juntho mengatakan, selama satu tahun berdiri, LPSK memiliki sepuluh masalah. Pertama, sikap politik pemerintah untuk mendukung eksistensi lembaga tersebut masih lemah. Kedua, kerja LPSK nyaris tak terdengar. Ketiga, hingga sasat ini belum ada satu pun MoU atau kerjasama dengan lembaga atau institusi lain. Keempat, sosialisasi LPSK belum optimal. "Banyak pihak yang belum tahu apa itu LPSK bahkan UU PSK tidak diketahui ada," ujar Emerson.
Kelima, selama setahun, LPSK belum memiliki standard operation procedure atau SOP. Kalaupun ada masih sebatas draf. Keenam, LPSK belum memiliki satgas dan rumah aman bagi para pelapor saksi dan korban. Ketujuh, dukungan pemerintah belum optimal. Hal ini misalnya tampak dalam penyediaan fasilitas gedung yang tidak memadai, sumber daya manusia minim, serta anggaran dari sekneg yang tersendat.
Kedelapan, regulasi yang tidak mendukung. "Peraturan pemerintah tentang pemberian bantuan dan kompensasi dan restitusi tidak mendukung kerja LPSK". Kesembilan, belum adanya kode etik pegawai atau anggota. Hal itu berpotensi menyimpang. Kerja pegawai akan tidak maksimal. Dan kesepuluh, hingga saat ini LPSK tidak memiliki blue print kelembagaan. Kerja lembaga itu hanya mengandalkan rencana strategis.
Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengaku, LPSK belum begitu dikenal sebagai bagian penting dalam peradilan pidana. "Namun proses sosialisasi itu terus kami lakukan untuk membangun lembaga yang kokoh," ujarnya.
Walau menghadapi sejumlah kendala ada hal yang cukup menggembirakan LPSK. Hingga saat ini, permintaan perlindungan yang diajukan kepada lembaga ini terus mengalir. Sampai saat ini, LPSK telah menerima sedikitnya 61 permohonan. Tiga permohonan di antaranya adalah permohonan kompensasi-restitusi, dan 58 lainnya permohonan perlindungan.
Diantara laporan itu, 5 permohonan telah masuk dalam program perlindungan saksi, 6 permohonan sedang dalam proses penelaahan, investigasi-monitoring, 5 permohonan sedang menunggu kelengkapan berkas. Ada 28 permohonan yang ditindaklanjuti dengan pengiriman surat kepada lembaga lain yang berwenang, dan 14 permohonan dinyatakan tidak dapat masuk ke dalam program perlindungan saksi.
Sumber: Jurnal Nasional, 7 Agustus 2009