Lima Pimpinan MPR merupakan Pemborosan
Rencana penambahan jumlah pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dari empat orang menjadi lima orang dinilai sebagai pemborosan uang negara mengingat peran pimpinan MPR sangat minim.
Penilaian itu disampaikan Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Rabu (29/7), menanggapi kesepakatan dalam Rapat Kerja Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD dengan pemerintah, Selasa.
”Pimpinan MPR mestinya tidak perlu ditambah karena perannya sangat minim. Adalah pemborosan kalau pimpinan MPR banyak. Seharusnya dikurangi menjadi dua saja,” kata Koordinator Formappi Sebastian Salang.
Formappi menegaskan, peran pimpinan MPR tidak besar karena yang utama adalah hanya ketika MPR bersidang. Padahal, apabila tidak terjadi agenda besar seperti Perubahan Undang-Undang Dasar, MPR hanya bersidang dua kali dalam lima tahun. Dengan demikian, tidak ada signifikansinya untuk menambah pimpinan MPR.
Dengan pimpinan MPR diciutkan menjadi dua orang saja, anggaran negara akan dihemat. Jika pimpinan MPR diperbesar, akan menjadi pemborosan.
Sebastian menduga, rencana penambahan pimpinan MPR ini bermotivasi kekuasaan yang sangat besar dari partai politik, bukan didasari peningkatan kinerja MPR.
Pengeluaran anggaran negara untuk satu orang Wakil Ketua MPR, berdasarkan kajian Kompas dengan mengacu pada Rencana Kerja dan Anggaran MPR Berdasarkan Pagu Definitif Tahun 2008, besarnya minimal sekitar Rp 2,2 miliar per tahun (lihat tabel).
Mengacu pada pandangan Formappi, apabila pimpinan MPR diciutkan dari empat orang menjadi dua orang, hal itu akan menghemat uang negara Rp 4,4 miliar setahun atau Rp 22 miliar dalam lima tahun.
Sebaliknya, apabila pimpinan MPR justru diperbesar dari empat orang menjadi lima orang sebagaimana telah disepakati Panitia Khusus DPR dan pemerintah, potensi pemborosan anggaran negara akan menjadi sebesar Rp 6,6 miliar setahun atau Rp 33 miliar dalam lima tahun. (sut)
Sumber: Kompas, 30 Juli 2009