MA Perberat Hukuman Zulkarnain Yunus
Mahkamah Agung memperberat hukuman mantan Sekretaris Jenderal Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Zulkarnain Yunus dan Pemimpin Proyek Sistem Pemindai Sidik Jari Otomatis (Authomatic Fingerprints Identification System) Apendi. Pada tingkat kasasi, Zulkarnain dan Apendi sama-sama dihukum empat tahun penjara dan membayar denda Rp 200 juta.
Putusan ini dihasilkan dalam sidang di Mahkamah Agung, Jakarta, Selasa (12/8), oleh majelis hakim yang terdiri dari Iskandar Kamil, Bahauddin Qaudry, Krishna Harahap, Sophian Martabaya, dan Leopold Hutagalung. Putusan ini disampaikan oleh Iskandar Kamil.
Sebelumnya, pada tingkat pertama, 13 November 2007, Zulkarnain dihukum dua tahun penjara dan denda Rp 100 juta, sedangkan Apendi dihukum tiga tahun penjara dengan denda Rp 100 juta.
Dakwaan subsider
Sidang di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi menyebutkan kedua terdakwa hanya terbukti melanggar dakwaan subsider, yaitu Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bukan dakwaan primer, yaitu Pasal 2 Ayat 1 UU No 31/1999.
Di tingkat banding, Zulkarnain divonis satu tahun penjara dan denda Rp 50 juta.
Setelah putusan banding keluar, Zulkarnain dibebaskan dari tahanan karena masa tahanannya sudah habis.
Sementara jaksa penuntut umum mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Oleh karena itu, dengan penambahan hukuman, Zulkarnain harus menjalani lagi sisa hukumannya tiga tahun.
Iskandar Kamil mengatakan, Mahkamah Agung mengabulkan kasasi jaksa penuntut umum. ”Mengadili sendiri dan menyatakan kedua terdakwa terbukti melanggar dakwaan primer Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi. Oleh karena itu, menjatuhkan hukuman pidana empat tahun dengan potong masa tahanan dan menjatuhi hukuman denda Rp 200 juta,” kata Iskandar.
Saat ditanya mengapa majelis hakim kasasi menjatuhkan hukuman yang lebih berat kepada Zulkarnain dan Apendi, Iskandar menjawab, ”Sebab pasal yang dilanggar berubah.”
Jika pada tingkat pertama, terdakwa terbukti melanggar dakwaan subsider, yaitu pasal 3, di tingkat kasasi berubah melanggar dakwaan primer yaitu Pasal 2 Ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999, demikian Iskandar. (VIN)
Sumber: Kompas, 13 Agustus 2008