MA Siapkan 2.000 Hakim Tipikor
Mahkamah Agung (MA) akan menyiapkan 2.000 hakim tindak pidana korupsi (tipikor) melalui program pelatihan secara bertahap untuk memenuhi kebutuhan hakim tipikor di seluruh institusi pengadilan di Indonesia.
''Kami akan melatih sampai 2.000 hakim tipikor. Diharapkan, tahun ini mampu melatih 600 sampai 700 hakim,'' kata Ketua MA, Harifin A Tumpa, usai pertemuan dengan jajaran pengadilan tinggi, pengadilan tinggi agama, pengadilan tata usaha negara se-Nusa Tenggara Barat (NTB) di Pengadilan Negeri (PN) Mataram, pekan lalu.
Ia mengatakan, jumlah hakim tipikor yang sudah dilatih atau hakim bersertifikat tipikor baru mencapai 600 orang yang tersebar di seluruh Indonesia. Jumlah tersebut masih dianggap kurang karena cukup banyak pengadilan negeri dan pengadilan tinggi yang kekurangan hakim tipikor, termasuk di wilayah NTB.
Ia mengatakan, karena itu target pelatihan 2.000 hakim tipikor ini, diharapkan dapat menutupi kekurangan di berbagai daerah. Menurut dia, hakim yang akan dilatih hingga berhak mendapat sertifikat tipikor harus memenuhi dua persyaratan utama, yaitu syarat formal yang mencakup harta kekayaan, pengalaman menjadi hakim minimal 10 tahun, pernah menangani perkara korupsi, atau berpendidikan pascasarjana (S2). Persyaratan lainya adalah syarat materiil yang mencakup seleksi administrasi, perilaku, serta seleksi tertulis dan lisan.
''Seleksi lisan akan dilakukan oleh tim seleksi yang terdiri atas para hakim agung, dirjen, dan kepala badan pengawasan,'' katanya. Selanjutnya, kata dia, peserta calon hakim tipikor yang dinyatakan lulus berhak mengikuti pelatihan. Usulan hakim tipikor diajukan oleh ketua pengadilan tingkat banding di daerah hukum masing-masing, yakni pengadilan tinggi dengan mempertimbangkan kemampuan penguasaan pengetahuan dan teknis persidangan serta moral dan perilaku.
Calon peserta pelatihan dari pengadilan tingkat pertama (pengadilan negeri) direkomendasikan oleh ketua pengadilan yang bersangkutan dan diusulkan ke pengadilan tingkat banding, kemudian diajukan kepada panitia pelaksana di MA.
Kasasi
Sekitar 600 kasasi kasus korupsi terhenti di Mahkamah Agung (MA) karena banyak hakim agung yang memasuki masa pensiun. ''Terdapat 600-an kasasi yang sudah putus, namun belum dikoreksi hakim agung sehingga tidak dapat dikirim ke ketua MA untuk ditandatangani,'' kata Wakil Ketua MA, Abdul Kadir Mappong, pekan lalu.Dijelaskan, semua kasus, baik itu perdata maupun pidana yang dimohonkan kasasi di MA saat ini, berjumlah 8.200 kasus.
Abdul Kadir mengatakan, khusus untuk kasus korupsi, pihak MA dalam mengambil keputusan kasasi selalu berhati-hati agar terdakwa korupsi di tingkat kasasi tidak mudah lepas dari jerat hukum seperti tingkatan di bawahnya. Dia mengakui bahwa di tingkatan pengadilan negeri (PN) dan pengadilan tinggi (PT), banyak terdakwa kasus korupsi divonis bebas.
''Tapi, hal itu tidak terjadi di MA. Contohnya adalah terdakwa korupsi dibebaskan di tingkat PT, namun divonis bersalah di tingkat kasasi. Bahkan, yang di tingkat kasasi bebas masih bisa dihukum di tingkat peninjauan kembali (PK),'' katanya. Dia menambahkan, saat ini sedang dilakukan pembahasan mengenai hukuman percobaan untuk kasus korupsi. Sedangkan, dalam undang-undang tentang korupsi, hukuman minimalnya adalah dua tahun penjara dan tidak mengenal hukuman percobaan. ant/one
Sumber: Republika, 25 Mei 2009