MA: Tidak Ada Kasasi; Kejaksaan Belum Memutuskan
Ketua Mahkamah Agung Harifin A Tumpa mengatakan, tidak ada upaya hukum lain untuk putusan praperadilan surat keputusan penghentian penuntutan Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta final dan mengikat.
”Kejaksaan seharusnya deponeering kalau dia masih menganggap (perkara tersebut) tidak bisa diajukan ke pengadilan karena alasan sosiologis,” ujar Harifin saat ditemui di Gedung MA, Jumat (4/6). Ditanya mengenai apakah alasan sosiologis yang dahulu digunakan untuk mengeluarkan surat keputusan penghentian penuntutan (SKPP) masih berlaku atau tidak, Harifin mengungkapkan, ”Anda tanya Kejaksaan apakah alasan sosiologis itu masih berlaku sekarang atau tidak.”
Apabila Kejaksaan Agung memutuskan untuk mendeponir kasus Bibit-Chandra, menurut Harifin, keputusan itu tidak dapat diganggu gugat. Sebab, deponeering adalah hak istimewa Kejaksaan untuk menggunakan hak opportuniteit, yakni mengesampingkan perkara karena alasan kepentingan umum yang lebih besar yang akan dilindungi.
Mengenai permintaan pengacara Anggodo agar perkara yang saat ini disidangkan di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi dihentikan, Harifin mengatakan, itu adalah dua hal berbeda. ”Nanti hakim yang menentukan apakah Anggodo melakukan itu, apakah Bibit-Chandra terbukti melakukan itu, yang harus dibuktikan di pengadilan. Biar saja sama-sama jalan, tidak ada masalah soal itu,” ujarnya.
Menanggapi putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menetapkan SKPP Bibit dan Chandra tidak sah, Kejaksaan Agung mengaku sedang menunggu salinan putusan. Oleh karena itu, Kejaksaan belum memutuskan langkah yang akan ditempuh.
Kendati demikian, Kejaksaan sudah memikirkan tiga opsi untuk menindaklanjuti putusan itu, yakni melanjutkan ke pengadilan, mengesampingkan perkara, atau mengajukan kasasi.
Ditemui terpisah, Wakil Jaksa Agung Darmono menegaskan, Kejaksaan menghormati putusan itu. Mengenai langkah pengesampingan perkara, menurut Darmono, ada hal-hal mendasar yang harus ditentukan lebih dulu, yakni berkaitan dengan pertimbangan badan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. ”Ini salah satu kesulitan melakukan deponir,” kata Darmono.
Disinggung tentang langkah penerbitan SKPP yang akhirnya menimbulkan langkah praperadilan dari Anggodo Widjojo, menurut Darmono, langkah Kejaksaan saat itu sudah dipertimbangkan dengan matang.
Humas sekaligus hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Andi Samsan Nganro, yang ditemui di Jakarta, Jumat, menyampaikan, PT DKI akan segera mengirimkan salinan putusan tersebut ke PN Jaksel. Selanjutnya, PN Jaksel yang akan memberi tahu dan menyampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Tidak berani
Hakim konstitusi, Akil Mochtar, menyatakan, Kejaksaan Agung tak akan berani menyikapi putusan PT DKI Jakarta dengan langkah mengesampingan perkara Bibit-Chandra. Oleh karena itu, sidang yang harus dijalani Bibit-Chandra merupakan jalan terbaik yang harus dihadapi.
Ahli hukum pidana Universitas Indonesia, Rudy Satriyo, mendorong agar Kejaksaan mengeluarkan SKPP kedua daripada mengeluarkan deponeering. Alasan SKPP yang baru ini adalah bukti yang diajukan kurang.
Sementara itu, kuasa hukum Bibit dan Chandra, Bambang Widjojanto, mengatakan, kedua kliennya siap menghadapi kemungkinan terburuk. Menurut Bambang, pihaknya masih menunggu sikap Kejaksaan.
Mantan anggota Tim Delapan yang pernah memverifikasi kasus penahanan Bibit dan Chandra, Todung Mulya Lubis, dalam keterangan pers, menyatakan keprihatinannya atas keputusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Menurut dia, hal ini bisa melemahkan pemberantasan korupsi yang kini tengah dijalankan KPK.(idr/ana/why/aik/har)
Sumber: Kompas, 5 Juni 2010