MA-Transparency Indonesia Sepakat Kerja Sama

Tekan Penyimpangan, Cetuskan Pakta Integritas

Kritik sebagian masyarakat terhadap kinerja peradilan di Indonesia direspons positif oleh Mahkamah Agung (MA). Bersikap tidak antikritik, MA sepakat bekerja sama dengan Transparancy International Indonesia (TII). Bentuk kerja sama itu mengarah pada pencetusan Pakta Integritas.

''Intinya, MA selalu terbuka dengan kritik. Termasuk kritik yang dilakukan melalui survei,'' terang Ketua MA Harifin Tumpa di Jakarta kemarin. ''Karena itu, MA menyambut baik kerja sama dengan TII yang menawarkan Pakta Integritas,'' tambah Harifin.

Bentuk kerja sama memang belum detail disebutkan. Namun, Pakta Integritas itu dibuat untuk mengurangi penyimpangan anggaran di lembaga peradilan tertinggi negara itu. ''Inti pertemuan adalah membicarakan langkah-langkah kerja sama dengan TII. Kami sepakat meningkatkan transparansi dan profesionalisme,'' kata pengganti Bagir Manan itu.

Harifin melanjutkan, pertemuan dengan TII sebenarnya membahas hasil survei TII beberapa waktu lalu. Dalam survei yang dirilis pada 21 Januari 2009 tersebut, TII menyebut peradilan merupakan lembaga penerima suap terbesar. Jumlah rata-rata mencapai Rp 102 juta.

Atas survei tersebut, MA mempertanyakan metode dan mekanisme survei. ''Kami meminta penjelasan,'' katanya. Setelah ditanya MA, TII menjelaskan metodologi yang digunakan dalam survei tersebut. ''TII menjelaskan metode bersifat sampel dan yang ditanya tidak selalu yang berhubungan dengan lembaga peradilan, sehingga hasilnya masih berupa persepsi,'' katanya.

Setelah itu, kedua pihak sepakat bekerja sama untuk meningkatkan integritas. ''Ada 9 poin yang harus dipenuhi dalam Pakta Integritas itu. Tapi, saya belum tahu isinya. Belum dibacakan,'' katanya.

Sementara itu, Todung menyambut gembira tawaran Pakta Integritas TII yang disambut hangat oleh MA. Todung juga menyambut baik respons Harifin yang berjanji mereformasi peradilan. ''Nanti ada pertemuan lebih lanjut, kita akan follow up,'' kata Todung.

Juru Bicara MA Djoko Sarwoko mengatakan, sebagai lembaga tinggi negara, MA tetap bekerja independen dan transparan. Tidak terpengaruh hasil survei. ''Bagi MA, ada atau tidak ada survei, para hakim yang terbukti melanggar tentu akan kita tindak,'' tegas Djoko.

''MA adalah pintu bagi masyarakat untuk mencari keadilan. Jika hakim berbuat pelanggaran, termasuk suap, akan ditindak tegas,'' paparnya. Intinya, MA sudah mempunyai mekanisme tersendiri untuk menindak para hakim. Bukan berdasar pada survei. ''Kami terus melakukan perbaikan kinerja. Ya, hasil survei ini bisa juga memperbaiki. Silakan saja dikritik yang membangun dan hasil survei diserahkan,'' paparnya. (yun/agm)

Sumber: Jawa Pos, 29 Januari 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan