MA Usut Bila Temukan Penyimpangan Internal
MAHKAMAH Agung (MA) akan melakukan tindakan tegas jika terjadi penyimpangan internal terkait dugaan bocornya informasi putusan Peninjauan Kembali (PK) terpidana Joko Tjandra, Direktur Utama PT Era Giat Prima, dalam kasus cessie (hak tagih) Bank Bali senilai Rp 546 miliar.
“Kalau ada penyimpangan, ya akan diambil tindakan. Silakan tunjukan bukti, kita akan tindak-lanjuti,” tegas juru bicara MA Hatta Ali kepada Jurnal Nasional, kemarin (22/6).
Hatta membantah tuduhan jika kaburnya Joko akibat keteledoran internal MA. Dia menegaskan, tidak benar telah terjadi kebocoran informasi terkait putusan PK terhadap Joko sehingga terpidana melarikan diri ke Papua Nugini.
“Dia (Joko) itu kan larinya tanggal 10 Juni, sedangkan majelis hakim mengeluarkan putusan tanggal 11 Juni. Itu sudah diputus. Pakai logika saja. You diputus tanggal 11 Juni, lalu bocornya tanggal 10 Juni. Apa mungkin? Tidak proporsional, kalau MA dituduh membocorkan informasi,” tegasnya.
Hatta juga menilai tidak tepat jika bocornya informasi itu diduga melibatkan pihak administrasi. Menurut dia, pihak administrasi sama sekali tidak melakukan kegiatan sebelum ada putusan dari majelis hakim. Apakah ada administrasi tanggal 10 Juni? Kegiatan adminstrasi itu mengikuti putusan. Tidak tepat dugaan itu,” katanya.
Hatta juga menegaskan MA tidak bisa disalahkan jika kaburnya Joko karena hakim pengawas dan pengamatan (wasmat) tidak melakukan antisipasi guna menghindari kaburnya tersangka.
Menurut dia, tugas hakim wasmat menjadi wewenang Pengadilan Negeri, bukan kewenangan MA. Tidak ada wewenang MA soal hakim pengawas. Dia (hakim wasmat) tidak di dalam MA,” katanya.
Dia menambahkan, MA tidak berwenang melakukan pencekalan terhadap terpidana agar tidak kabur. “MA tidak bisa mencekal. Bisa saja kan, sebelum diputus, insting orang itu (terpidana) menyatakan dirinya akan dihukum, sehingga kabur,” jelas Hatta.
Sejumlah kalangan menduga adanya pembocoran informasi PK dari internal MA yang kemudian membuka celah bagi Joko untuk melarikan diri ke Papua Nugini (PNG). MA didesak untuk mengusut dugaan penyimpangan tersebut.
Mengenai kejanggalan PK yang dilayangkan Kejagung, Hatta tidak bersedia berkomentar. Menurut dia, yang berhak menilai boleh atau tidaknya Kejagung mengajukan PK atas terpidana adalah pihak majelis hakim.
“Saya tidak bisa menilai mengenai itu, karena masalah teknis. Terkait dengan keputusan majelis hakim. Sesama hakim, saya tidak bisa mengomentari, walau ada dissenting opinion,” kata Hatta.[M. Yamin Panca Setia]
Sumber: Jurnal nasional, 23 Juni 2009