Mabes Polri Tak Akan Bebaskan Abdul Waris [28/07/2004]
Mabes Polri tidak akan membebaskan Abdul Waris Halid, tersangka kasus gula ilegal sebanyak 56.000 ton, walau majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dalam praperadilan Kepala Divisi Perdagangan Inkud tersebut memutuskan untuk membebaskan Abdul Waris Halid.
Sampai Rabu pagi ini kami belum menerima salinan surat keputusan praperadilan PN Jakarta Selatan. Sehingga Abdul tetap ditahan, apalagi sejak awal kami sudah pertimbangkan, jika majelis hakim mengabulkan praperadilan maka penyidik Mabes Polri akan mengajukan kasasi, kata Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Komjen Pol Suyitno Landung kepada Pembaruan, Rabu (28/7).
Sebelumnya, majelis hakim praperadilan, hakim tunggal Effendi, menyatakan bahwa penahanan dan penyidikan kepolisian terhadap Abdul Waris Halid, adalah tidak sah. Karena penyidikan seharusnya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Lebih lanjut Suyitno mengatakan, dasar penahanan Abdul Waris sebagaimana di atur pasal 263 KUHP dan UU Korupsi dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun. Pertimbangan lain terkait penahanan Kepala Divisi Perdagangan Inkud tersebut pasal 21 KUHAP dan UU No 8 tahun 1981.
Sementara Farhat Abas tim pengacara Abdul Waris mengatakan, setelah majelis hakim memerintahkan berdasarkan pertimbangan hukum agar kliennya dibebaskan dari tahanan maka seharusnya langsung dilaksanakan oleh Mabes Polri yang menahan kedua petinggi Inkud itu. Keputusan majelis hakim terkait praperadilan Abdul Waris sudah fair dan transparan, sehingga seharusnya Mabes Polri tidak mengulur lagi apalagi mencari kesalahan lain, kata Farhat.
Menurut Farhat, Nurdin memang tidak mengajukan prapengadilan, namun dengan dikabulkannya praper-adilan Abdul maka secara otomatis Nurdin termasuk delapan warga lainnya yang telah dijadikan tersangka kasus tersebut oleh Mabes Polri layak pula dibebaskan dari tahanan.
Secara terpisah, anggota FPDI-P DPR, Trimedia Panjaitan menilai, saat ini terjadi pembusukan di kabinet dan jajaran pemerintah yang diarahkan untuk menyudutkan pemerintah melalui kebijakan-kebijakan yang merugikan rakyat. Contohnya adalah kasus gula ilegal ini ketika PN Jakarta Selatan mengabulkan permohonan praperadilan Abdul Waris Halid, bisa dianggap pembusukan pemerintahan, katanya, menanggapi dikabulkannya permohonan praperadilan Abdul Waris.
Walaupun dalam melihat kasus hukum ini harus dibedakan antara posisi pemerintah (eksekutif) dan yudikatif, Trimedia khawatir langkah ini dianggap sebagai keburukan kinerja pemerintahan Megawati di bidang hukum. Menurutnya, harus dimengerti perbedaan posisi eksekutif dengan yudikatif, sesuai UU No 5/2004 tentang Perubahan atas UU No 14/1985 tentang Mahkamah Agung. Masalahnya, sampai saat ini masih merupakan masa transisi. Artinya, kata Trimedia, bisa saja terjadi campur tangan pejabat pemerintah di bidang hukum untuk kepentingan politik pribadinya. Misalnya dilakukan pejabat di Depkeh/HAM untuk kepentingan politiknya.
Karena itu Trimedia mendesak MA mencermati argumentasi hakim PN Selatan dalam mengabulkan menerima gugatan praperadilan Abdul Waris Halid. (Y-3/KR/G-5)
sumber ; Suara Pembaruan, 28 Juli 2004