Mafia Hukum; Seseorang Mirip Gayus Gunakan Identitas Lain
Hasil penyelidikan kepolisian memastikan, seorang pria yang mirip dengan terdakwa kasus mafia hukum dan korupsi Gayus HP Tambunan, yang tertangkap kamera foto dan video sedang menonton pertandingan tenis di Hotel Westin, Nusa Dua, Bali, menginap di hotel itu. Namun, ia memakai nama lain berinisial M sebagai identitasnya, bersama lima orang dalam satu rombongan.
”Ia pakai nama lain, tetapi kepastiannya belum bisa disampaikan. Inisialnya M. Total enam orang,” kata Kepala Kepolisian Daerah Bali Inspektur Jenderal Hadiatmoko seusai menghadiri peringatan hari ulang tahun Brigade Mobil (Brimob) di Denpasar, Minggu (14/11).
Hasil itu diperoleh setelah tim dari Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri dibantu Polda Bali melakukan penyelidikan di Hotel Westin, 12-13 November lalu. Tim memeriksa closed circuit television (CCTV) dan mengambil sidik jari di sejumlah ruangan yang diduga ditempati dan pernah dilintasi pria mirip Gayus itu.
Inisial M diperoleh tim setelah memeriksa buku tamu hotel pada 4-7 November 2010, yang juga diperkuat keterangan saksi. Namun, Hadiatmoko tidak mengungkap hari dan tanggal pria itu menginap.
Menurut Hadiatmoko, tim dari Mabes Polri juga telah meminta daftar penumpang pesawat di otoritas Bandara Ngurah Rai, Bali. Namun, General Manager PT Angkasa Pura I Bandara Ngurah Rai Heru Legowo menyatakan belum pernah dihubungi Polri terkait penyelidikan sosok mirip Gayus itu. ”Bisa saja Polri kontak maskapai langsung dan tak melalui kami,” katanya.
Abimanyu Wachjoewidajat, ahli telematika, memastikan, pria yang tertangkap kamera saat menonton pertandingan tenis di Bali adalah identik dengan sosok Gayus, terdakwa kasus korupsi, pemberi keterangan palsu, dan dugaan mafia hukum.
Saling lempar
Secara terpisah, Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar, Minggu, mengingatkan, kepolisian, kejaksaan, serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia jangan saling melempar tanggung jawab atas keluarnya Gayus dari Rumah Tahanan (Rutan) Markas Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Kecenderungan melempar tanggung jawab antarinstansi penegak hukum justru kian menunjukkan ada ”sesuatu” di balik keluarnya bekas pegawai Pajak itu.
”Seharusnya mereka tidak saling lempar tanggung jawab, tetapi masing-masing mengambil langkah ke dalam, menindak anggota yang diduga terlibat. Tinggal nantinya diukur kadar kesalahan dan pertanggungjawabannya,” ungkap Zainal.
Menteri Hukum dan HAM, katanya, harus bertanggung jawab. Sebab, ada koordinasi dan pertanggungjawaban dalam proses reformasi di penjara.
Sebelumnya di Depok, Minggu, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumen Markas Komando Brimob Kelapa Dua Ajun Komisaris Besar K Budiman menjelaskan, Brimob perlu meluruskan pemberitaan tentang keluarnya Gayus dari rutan. Rutan di Markas Brimob adalah aset kejaksaan. Semua tahanan di dalamnya juga tanggung jawab kejaksaan. Brimob hanya menjadi tempat rutan, yang keberadaannya disahkan Menteri Hukum dan HAM.
Menurut Budiman, tak ada petugas Brimob yang bertugas sebagai pengawas rutan. Petugas berasal dari Bareskrim Polri bekerja sama dengan kejaksaan.
Sebelumnya, kejaksaan menolak bertanggung jawab atas keluarnya Gayus dari rutan karena pengawasannya ditangani Polri. Gayus yang berstatus tahanan titipan pengadilan juga meninggalkan rutan hanya dengan izin dari (mantan) Kepala Rutan Brimob di Kelapa Dua Komisaris IS dan tidak mendapatkan izin dari majelis hakim yang mengadilinya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Mantan Kepala Polri Jenderal Polisi (Purn) Dai Bachtiar di Semarang dan pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar di Jakarta mengusulkan ada pengaturan ulang tentang sistem penahanan dan pengawasannya. Menurut Bambang, rutan di Kepolisian seharusnya diperuntukkan bagi tersangka yang masih dalam penyidikan kepolisian saja. Saat menjadi terdakwa, seharusnya ia ditempatkan di rutan Kejaksaan atau rutan yang lain.(why/ndy/ben/nta/gal)
Sumber: Kompas, 15 November 2010