Mahkamah Agung Dibelit Mafia
Mafia peradilan sudah semakin nyata sepak terjangnya. Bahkan Mahkamah Agung, benteng terakhir penjaga keadilan, sudah menjadi sarangnya. Dapatkah peradilan dibersihkan?
Tak mudah. Sudah bertahun-tahun pembersihan ini dibicarakan, tapi tetap saja praktek busuk itu dilakukan, malah makin subur. Pelakunya bukan hanya hakim, pengacara, dan panitera, tapi sudah melebar ke staf yang tak ada kaitannya dengan jalannya perkara, termasuk satpam.
Sekarang datanglah Komisi Pemberantasan Korupsi yang mencoba melakukan gebrakan, seperti pekan lalu, di Mahkamah Agung. Tentu saja langkah KPK ini patut didukung. Kalau saja dukungan itu juga datang dari praktisi hukum, Mahkamah Agung sendiri, dan bahkan Presiden, harapan kita untuk memiliki peradilan yang bersih barangkali bukan sekadar cita-cita. Perlu ada sikap tegas untuk menyatakan perang terhadap mafia peradilan. Jual-beli hukum harus dipandang sebagai kejahatan besar yang menjijikkan.
Sudah tepat langkah Ketua MA Bagir Manan yang memecat lima pegawai MA yang terlibat kasus penyuapan dalam perkara pengusaha Probosutedjo. Penyuapan itu diotaki Harini Wiyoso, mantan hakim tinggi di Yogyakarta, yang kini menjadi pengacara pengusaha Probosutedjo. Kelima pegawai itu bersama Harini sudah ditahan oleh KPK dan terus diperiksa secara maraton. Sedangkan Bagir Manan, yang diberitakan menjadi sasaran penyuapan, sudah menyatakan siap diperiksa.
KPK tak perlu rikuh memeriksa Bagir Manan. Banyak hal dalam kasus ini yang menjadi tanda tanya. Misalnya, apakah benar Probosutedjo tak tahu-menahu soal uang sebesar US$ 500 ribu itu. Lalu, apa semudah itu Probosutedjo menyerahkan uang besar tersebut kalau ia tidak yakin Bagir Manan tahu upaya ini--apalagi Bagir Manan mengaku sudah pernah didatangi Harini di ruang kerjanya. Dalam kasus perkara kasasi Probosutedjo ini, Bagir Manan bukan sekadar Ketua MA. Ia adalah ketua majelis hakim kasasi.
Demikian halnya dengan Probosutedjo. Pengusaha ini harus diperiksa dan bahkan ditahan karena telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan upaya penyuapan. Pengakuan tentang uang dari Probosutedjo sudah datang dari pelaku penyuapan, bahkan uangnya pun sudah disita KPK. Tak ada lagi alasan untuk takut menangkap pengusaha ini kalau memang kita menghendaki perang terhadap mafia peradilan.
Momentum ini hendaknya juga dipakai oleh pemimpin MA untuk membersihkan lembaganya dari sarang mafia. Seperti yang diakui oleh Ketua Muda Pengawasan MA Gunanto Suryono, yang selama ini diawasi ketat hanya para hakim agung. Kemudian panitera, karena posisi ini menentukan distribusi perkara. Ternyata dalam kasus penyuapan Probosutedjo ini terungkap bahwa pegawai staf yang hanya mengurusi kendaraan pun bisa menjadi calo perkara.
Pembersihan di MA pada akhirnya memang harus menyeluruh, dari atas sampai bawah--sekarang juga, ketika menemukan momen yang pas.
Sumber: Koran Tempo, 10 Oktober 2005