Mahkamah Mafia Peradilan
Makin maraklah praktik mafia peradilan. Matilah sudah agenda reformasi peradilan. Lonceng kematian itu berdentang kencang dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006 yang menguji konstitusionalitas beberapa pasal dalam Undang-Undang Komisi Yudisial atau UU KY.
Tiga puluh satu hakim agung, sebagai pemohon pengujian, bersama para kuasa hukumnya, OC Kaligis, Juan Felix Tampubolon, dan Indriyanto Seno Adji, sedang tersenyum lebar karena hampir semua permohonan mereka dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Bahkan, untuk fungsi pengawasan, MK memutuskan Segala ketentuan UU KY yang menyangkut pengawasan harus dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat karena terbukti menimbulkan ketidakpastian hukum (rechtsonzekerheid).
Inilah untuk kesekian kalinya MK menggunakan dalih ketidakpastian hukum atau kepastian hukum untuk membatalkan suatu peraturan perundangan. Sayangnya, penerapan dalih itu tidak jarang bertabrakan dengan prinsip kemanfaatan hukum dan keadilan hukum.
Dalam putusan sebelumnya, MK membatalkan ketentuan perbuatan melawan hukum materiil dalam penjelasan Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Korupsi karena tidak sesuai dengan kepastian hukum yang diatur dalam Pasal 28D Ayat 1 UUD 1945. Pembatalan konsep melawan hukum materiil tersebut