Makelar Pajak; Menkeu Membebastugaskan Unit Keberatan Pajak
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membebastugaskan semua staf dan pimpinan di Unit Keberatan Pajak, tempat Gayus Tambunan bekerja di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak. Langkah ini diharapkan akan memberikan keleluasaan kepada petugas pajak lainnya untuk memeriksa semua kasus sengketa pajak yang terjadi antara tahun 2006 dan 2009.
”Salah satu langkah internal yang kami lakukan sehubungan dengan kasus makelar pajak adalah memeriksa semua bidang pemeriksaan pajak. Untuk jangka pendek membebastugaskan semua jajaran dan staf Unit Keberatan, bersama Gayus,” ujar Sri Mulyani saat dihubungi melalui pesan singkat di Surabaya, Jawa Timur, Senin (29/3).
Menurut dia, dalam memeriksa sengketa pajak antara tahun 2006 dan 2009, pihaknya memfokuskan diri pada pemeriksaan kasus-kasus yang menyebabkan kekalahan pihak negara.
Atas dasar itu, pemeriksaan dilakukan secara menyeluruh terhadap aparat pajak, wajib pajak, dan hakim pajak yang tersangkut. ”Kami akan mengambil tindakan pengaduan pidana apabila indikasi pidana ditemukan. Kami juga akan melakukan tindakan administrasi jika ada pelanggaran disiplin,” tuturnya.
Pada saat yang sama, semua pejabat di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak serta Ditjen Bea dan Cukai diwajibkan menyerahkan daftar kekayaannya. Itu disertai pemeriksaan kembali surat pemberitahuan (SPT) pajak beberapa tahun terakhir.
Posisi rawan penyuapan
Penyerahan daftar kekayaan dan pemeriksaan SPT itu diwajibkan bagi semua pejabat Ditjen Pajak mulai dari eselon I (Dirjen Pajak Mohammad Tjiptardjo), eselon II (jajaran direktur), hingga eselon IV.
Selain unsur pimpinan, Menteri Keuangan (Menkeu) juga mewajibkan semua staf pelaksana yang bertugas di posisi rawan penyuapan melaporkan harta kekayaan. Mereka juga termasuk yang diperiksa SPT-nya.
Keputusan ini tidak terlepas dari munculnya kasus mafia pajak di Pengadilan Pajak yang mengungkapkan dugaan keterlibatan staf pelaksana golongan IIIA Ditjen Pajak, Gayus Tambunan. Gayus sendiri sudah dinyatakan bersalah melanggar kode etik pegawai negeri sipil (PNS) karena menerima dana di luar penghasilan pokoknya sebesar Rp 12 juta per bulan, yakni senilai Rp 370 juta.
Secara terpisah, Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan Hekinus Manao menegaskan, dalam proses pemberhentian Gayus, pihaknya tengah memenuhi semua prosedur yang ada.
Salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah ketidakhadiran Gayus dalam tiga kali pemanggilan resmi Kementerian Keuangan. ”Kami menuju ke pemberian putusan pemberhentian, tetapi tetap mengikuti prosedur, antara lain memanggil tiga kali dengan durasi 24 jam. Hari ini (29 Maret 2010) kami melakukan pemanggilan kedua,” ungkapnya.
Pengamat pajak, Darussalam, menyarankan, kasus Gayus sebaiknya dijadikan momentum oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk bertindak lebih tegas dan menyeluruh.
Jangan hanya Ditjen Pajak yang dituntut mereformasi diri, tetapi juga institusi lain yang terkait dengan penyelenggaraan sistem perpajakan. ”Institusi itu antara lain DPR yang membuat UU Pajak, Pengadilan Pajak yang memutuskan sengketa pajak, serta asosiasi konsultan pajak,” ujarnya. (OIN/HAR)
Sumber: Kompas, 30 Maret 2010