Manajemen Aset Menuju WTP
DARI 36 pemerintahan di Jateng, yakni 35 kabupaten/ kota dan pemprov, yang laporan keuangan tahun 2010 sudah diperiksa oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) Perwakilan Jateng, baru 2 yang menerima opini wajar tanpa pengecualian (WTP), yakni Kota Surakarta dan Kabupaten Jepara. Untuk Jepara, opininya WTP dengan penjelasan (SM, 17/06/11). Status WTP adalah opini audit yang diberikan jika laporan keuangan dianggap memberikan informasi yang bebas dari salah saji material.
Dengan opini jenis itu berarti auditor meyakini perusahaan atau pemerintah tersebut (pemprov/ pemkab/ pemkot) telah menyelenggarakan prinsip akuntansi yang berlaku umum dengan baik. Kalaupun ada kesalahan, dianggap tidak berpengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan.
Sejak pemberlakukan PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), salah satu tolok ukur kinerja pemda dapat dilihat dari laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD), yang harus terlebih dahulu diaudit oleh BPK. Informasi dalam LKPD harus dapat memenuhi kebutuhan penggunanya, yang menurut SAP adalah masyarakat, wakil rakyat, lembaga pengawas, lembaga pemeriksa, donatur, investor, pemberi pinjaman, dan pemerintah.
Menurut Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Mardiasmo, dari 400 pemda yang diaudit tahun 2009, yang mendapatkan predikat terbaik yaitu WTP hanya 15. Untuk pemerintah pusat yang mendapat opini WTP ada 45 kementerian/ lembaga (K/L). Untuk Jawa Tengah, dari 36 pemprov/ pemkab/ pemkot, belum ada yang mendapat opini WTP. Pada tahun itu semuanya masih mendapat opini wajar dengan pengecualian (WDP).
Saat ini semua pemda sedang menyusun LKPD. Sejumlah pemda, karena keterbatasan SDM yang paham dengan akuntansi masih dibantu tim supervisi BPKP berdasarkan MoU atau menarik auditor BPKP untuk menjadi pegawai daerah guna membenahi permasalahan akuntansi. Hampir semua LKPD di daerah mendapatkan opini tidak wajar (TW/ adverse opinion) dan opini tidak memberikan pendapat (TMP/ disclaimer opinion) dari BPK, dan hanya sedikit yang mendapat opini WDP. Untuk meningkatkan pendapat WDP menjadi WTP, ada kepala daerah mencoba menyuap auditor BPK .
Pengaruhi Opini
Untuk mendapatkan opini WTP atas LKPD dari tim audit BPK memang cukup sulit mengingat biasanya pengelolaan cash flow tidak dikontrol dengan baik, sistem pengendalian intens pemerintah (SPIP) daerah atas pengelolaan keuangan masih lemah, dan pengelolaan aset daerah tidak dilengkapi dengan bukti administrasi lengkap.
Dari beberapa fakta di lapangan, beberapa kelemahan signifikan dalam penyajian aset tetap antara lain karena pencatatan kartu inventaris barang (KIB) tidak didukung pencatatan pendukung seperti kartu inventaris ruangan (KIR), sebagian besar fisik barang tidak bisa langsung diidentifikasi karena tidak diberi nomor register barang atau nomor register yang menempel pada fisiknya, ada barangnya tetapi tidak terdata dalam KIB, kartu inventaris tidak dibuat berdasarkan data realisasi fisik barang tetapi mengikuti data dari DPPAD, dan adanya ketidaksamaan nilai perolehan antara KIB dan neraca.
Manajemen aset yang memadai seharusnya meliputi proses pengadaan aset, serah terima aset, inventarisasi aset, akuntansi aset sistem informasi manajemen dan akuntansi barang milik aerah (Simak BMD), dan penyusunan laporan keuangan. Kalau semua proses berjalan dengan baik maka informasi mengenai aset suatu daerah akan akurat dan laporan keuangannya terhindar dari opini disclaimer.
Kelemahan yang harus diperbaiki terkait kelemahan yang berhubungan dengan aset yang bisa memengaruhi opini BPK antara lain belum semua SKPD/ dinas menginventarisasi dan menilai kembali aset tetapnya. Faktor lain yang perlu diperbaiki adalah pencatatan aset yang hanya dari belanja modal tahun berjalan sehingga aset yang berasal dari belanja modal tahun sebelumnya tidak secara akumulasi dilaporkan, saldo awal aset tetap pada neraca belum disesuaikan dengan saldo akhir hasil audit BPK tahun sebelumnya sehingga saldo akhir neraca sesudah ditambah dengan mutasi tahun berjalan akhirnya tetap menampilkan kesalahan data. (10)
Budi Harjo, auditor Bidang Investigasi Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jateng
Tulisan ini disalin dari Suara Merdeka, 24 Ju