Mangkir Lagi, KPK Panggil Paksa Ali Mudhori
Lily Tolak Minta Maaf
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) siap memanggil paksa Ali Mudhori. Pemanggilan paksa dilakukan jika politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu kembali tidak memenuhi panggilan KPK.
‘’Kita panggil dulu, jika bisa juga dengan pemanggilan paksa kalau kembali tidak hadir tanpa keterangan,’’ tegas Kepala Biro Humas KPK Johan Budi SP, Selasa (13/9).
Sebelumnya, pada Senin lalu Ali kembali tidak memenuhi panggilan penyidik KPK. Pemeriksaan itu merupakan kedua kali dijadwalkan untuk Ali. Pada jadwal pemeriksaan pertamanya Jumat pekan lalu (9/9), mantan Ketua DPC PKB Kabupaten Lumajang ini juga mangkir.
Sementara itu, Mantan pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Sindu Malik akhirnya memenuhi panggilan penyidik KPK. Kepala Seksi Pajak Daerah dan Retribusi IV C Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan itu diperiksa dalam suap di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans). ‘’Sindu diperiksa sebagai saksi untuk tersangka D (Dharnawati),’’ kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi Priharsa Nugraha.
Seperti diberitakan, kuasa hukum tersangka Dadong Irbarelawan, Syafri Noer mengatakan, ada empat nama disebut sebagai tokoh kunci untuk membongkar kasus dugaan suap di Kemenakertrans. Keempatnya yakni Ali Mudhori, Fauzi, Sindu Malik dan Acos.
Menurut Syafri, Ali dan Fauzi berperan aktif dalam pengurusan pencairan dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) untuk kawasan transmigrasi. Kedua orang ini tergabung dalam tim eksternal Kemenakertrans yang berurusan langsung dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI. Eks pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Sindu Malik Pribadi juga termasuk dalam tim tersebut.
‘’Jadi, selain ada tim internal dari Kemenakertrans, ada juga tim eksternal. Nah, mereka ini yang menetapkan fee 10 persen untuk memuluskan pencairan dana. Jadi pejabat Kemenakertrans dimanfaatkan sama orang-orang ini,’’ ujarnya.
Sementara, kata Syafri, Acos diduga sebagai tangan kanan Wakil Ketua Banggar DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Tamsil Linrung.
Menjembatani
Syafri menjelaskan, Acos bertugas untuk menjembatani Banggar DPR dengan tim eksternal yang beranggotakan Ali, Fauzi dan Sindu.
Dia menambahkan, Ali dan Fauzi yang paling mengetahui kepada siapa saja uang senilai Rp 1,5 miliar dari PT Alam Jaya Papua akan didisrtribusikan. Pihaknya tidak bisa memastikan siapa pihak yang akan menikmati dana, namun berkas acara pemeriksaan kliennya menyebutkan bahwa uang ditujukan sebagai uang tunjangan hari raya (THR) Menakertrans, Muhaimin Iskandar. ‘’Kalau dari BAP sih dibilang dana untuk THR Menteri, tapi saya tidak tahu pasti,’’ katanya.
Seperti diketahui, KPK menangkap Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (P2KT) Kemenakertrans I Nyoman Suisnaya dan Kepala Bagian (Kabag) Program, Evaluasi dan Pelaporan di Ditjen P2KT Kemenakertrans Dadong Irbarelawan.
Mengakui
Sementara itu, anggota DPR dari Fraksi PKB Lily Wahid mengatakan dirinya tak akan minta maaf kepada Menakertrans yang juga Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar terkait pernyataannya di KPK soal dugaan aliran dana ke rekening orang-orang yang dekat dengan Muhaimin.
‘’Tidak pada tempatnya saya minta maaf kepada Muhaimin. Saya tidak mungkin minta maaf, apalagi Fauzi sudah mengakui sebagaimana yang ditulis oleh media hari ini,’’ kata Lily Wahid.
Lily Wahid menambahkan, apa yang dia sampaikan itu tak lain karena ada tulisan di media dan ternyata dibantah langsung oleh Ketua PPATK Yunus Husein. ‘’Saya pribadi sudah minta maaf kepada publik dengan apa yang saya sampaikan. Dengan Muhaimin saya gak ada urusan, apalagi minta maaf,’’ kata dia.
Sementara itu, kuasa hukum Lily Wahid, Soleh mengatakan, permintaan maaf yang dilakukan Lily Wahid adalah contoh yang baik serta menunjukkan sikap ksatria dari Lily Wahid.
Sebelumnya, kubu Muhaimin melalui Wasekjennya, Anwar Rahman melaporkan adik kandung mantan Presiden Gus Dur ke Mabes Polri terkait pencemaran nama baik.(J13,J22,H28-25,80)
Sumber: Suara Merdeka, 14 September 2011