Mantan Bupati Jeneponto Ditahan
Mantan Bupati Jeneponto, Sulawesi Selatan, Baharuddin Baso Tika, yang kini bekerja sebagai salah seorang staf di Departemen Dalam Negeri, ditahan di Rumah Tahanan Makassar kemarin. Baharuddin diduga terlibat korupsi dana pembebasan tanah untuk waduk Kelara-Kareloe, Jeneponto, senilai Rp 5 miliar.
Tersangka kasus korupsi ini ditahan begitu mendarat di Bandar Udara Sultan Hasanuddin, Makassar, kemarin siang. Petugas dari Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menjemput dia di bandara dan langsung memasukkannya ke rumah tahanan. Saat digelandang masuk ke rumah tahanan, Baharuddin menggunakan jaket dan kacamata hitam.
Proses penjemputan itu dipimpin langsung oleh Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Abdul Taufik, Kepala Seksi Pidana Khusus Arifin Hamid, dan Kepala Seksi Hubungan Masyarakat Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Andi Makmur.
Abdul Taufik mengatakan Baharuddin tak bisa lagi beralasan tidak menghadiri panggilan kejaksaan karena izin pimpinan. Dia sudah ditetapkan sebagai salah satu daftar pencarian orang oleh kejaksaan, kata Taufik di Makassar kemarin. Selama ini tersangka mengaku tidak bisa menghadiri panggilan karena belum mendapat izin.
Menurut Taufik, sebelum dijemput di Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar, tersangka lebih dulu ditangkap di Jakarta pada Sabtu malam lalu. Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menitipkan tersangka di Kantor Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat dan baru diterbangkan ke Makassar kemarin pagi.
Tentang penangkapan dan penahanan ini, Taufik langsung menunjukkan surat perintah penahanan kepada Baharuddin Baso Tika di Rumah Tahanan Makassar. Dia minta kuasa hukum tersangka, Ali Jaya, mempelajari surat perintah tersebut.
Dalam kasus korupsi ini, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan juga menetapkan Direktur CV Asnur H Sanusi dan mantan Asisten III Pemerintah Kabupaten Jeneponto Haruna Rasyid sebagai tersangka. Mereka seharusnya diperiksa pada 9 November lalu. Tapi hanya Sanusi yang hadir. Haruna Rasyid tidak hadir karena kena serangan jantung mendadak. Irmawati
Sumber: koran tempo, 20 November 2006