Mantan Direktur Utama BNI Ditangkap; Semula dimintai keterangan sebagai saksi.
Tiga mantan Direktur PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BNI) kemarin ditahan di rumah tahanan Tanjung Gusta, Medan. Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kredit macet PT Industri Baja Garuda (IBG) milik Paul Chandra Winarto senilai Rp 500 miliar.
Ketiga mantan petinggi BNI itu adalah Saifuddien Hasan (mantan direktur utama), Rahmat Wiriaatmaja (mantan direktur treasury, internasional, dan kredit macet), dan Surya Sutanto (mantan direktur korporasi).
Sebelum ditahan, ketiga mantan direktur itu menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara sejak pukul 10.00 WIB. Setelah diperiksa, ditemukan indikasi adanya keterlibatan mereka (dalam kasus kredit macet ini), kata juru bicara Kejaksaan Tinggi A.J. Ketaren kepada Tempo kemarin. Kepala Kejaksaan Tinggi Wisnu Subroto kemudian menetapkan ketiganya sebagai tersangka.
Saat dimintai konfirmasi tentang penahanan itu, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Hendarman Supandji mengatakan, Memang betul. Ia menambahkan, Itu (kasus) BNI cabang Medan.
Ia juga menjelaskan, penangkapan itu terkait dengan kasus korupsi.
Menurut Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh, penahanan dilakukan karena ada pelanggaran terhadap prinsip kehati-hatian dalam pengucuran kredit oleh perbankan. Ini terkait kredit macet ratusan miliar (rupiah), ujarnya di Jakarta kemarin.
Ketaren menjelaskan, kasus itu menyangkut dugaan penyalahgunaan kredit BNI senilai Rp 500 miliar ke IBG. Menurut dia, kredit yang dimaksudkan untuk pembangunan pabrik baja baru pada kenyataannya diselewengkan untuk kepentingan lain.
Sekretaris Perusahaan BNI Maruli Pohan mempertanyakan penahanan tersebut. Sebab, ketiga mantan direktur itu semula dimintai keterangan sebagai saksi. Kok, tiba-tiba ditetapkan sebagai tersangka, ujarnya.
Ia juga menjelaskan, kredit macet itu berasal dari pembelian hak tagih kredit IBG dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional pada awal 2003.
Saat itu, kata Maruli, sebetulnya BNI enggan mengikuti langkah sejumlah bank yang jorjoran membeli aset BPPN. Bank Indonesia pun sudah mengingatkan perbankan agar berhati-hati membeli aset-aset BPPN lewat pembatasan modal yang bisa digunakan untuk transaksi itu.
Karena ada imbauan pemerintah untuk mendukung program penjualan aset BPPN, kata Maruli, BNI akhirnya memutuskan membelinya. Jadi sebetulnya setengah hati. Itu pun dilakukan dengan hati-hati. Keputusannya dibuat bersama-sama oleh dewan direksi, tuturnya.
Menurut Maruli, rencananya hari ini direksi BNI akan mengunjungi ketiga mantan direktur itu di Medan. Sebagai bentuk dukungan kami, ungkapnya. BAMBANG S | HAMBALI | ASTRI | METTA
Sumber: Koran Tempo, 15 Juli 2005