Mantan Dirut Asabri Tolak Diperiksa Kejaksaan
Kejaksaan harus memberikan alasan hukum yang kuat melalui fatwa MA.
Mantan Direktur Utama PT Asuransi ABRI (Asabri) Mayor Jenderal TNI (Purnawirawan) Subarda Midjaja menolak pemanggilan oleh Kejaksaan Agung untuk diperiksa sebagai tersangka dugaan korupsi di perusahaan yang pernah dipimpinnya itu kemarin. Sebab, dalam kasus yang sama, dia telah menerima surat ketetapan penghentian penyidikan (SKPP) dari Markas Besar Kepolisian RI pada 20 Juli 2004.
Surat itu menyatakan tidak cukup bukti untuk menyatakan Subarda sebagai tersangka dalam kasus Badan Pengelola Kesejahteraan dan Perumahan, kata Anindyo Darmanto, kuasa hukum Subarda, di Gedung Bundar Kejaksaan Agung.
Karena itu, Kejaksaan harus memberikan alasan hukum yang kuat melalui fatwa Mahkamah Agung atau mempraperadilankan SKPP Mabes Polri sebelum memanggil kliennya. Jika kejaksaan bisa memberikan alasan yang kuat, dia akan menghargai panggilan kejaksaan, Anindyo menegaskan.
Kasus ini bermula dari dugaan penyelewengan dana asuransi dan perumahan prajurit TNI yang dikelola PT Asabri. PT Asabri memberikan pinjaman uang senilai Rp 410 miliar kepada pengusaha Henry Leo. Namun, uang itu digunakan untuk berinvestasi di bidang lain.
Menurut Anindyo, setelah keluar SKPP, Inspektur Jenderal Departemen Pertahanan kala itu, Letnan Jenderal Farid Zainuddin, kemudian mencabut laporannya ke polisi. Pada 1999, Departemen Pertahanan telah mengalihkan penanganan kasus itu menjadi perkara keperdataan, yakni utang-piutang antara Departemen Pertahanan sebagai pemilik Asabri dan pengusaha Henry Leo.
Setelah diperiksa sekitar enam jam, Henry--yang turut menjadi tersangka dalam kasus itu--mengaku hanya dimintai keterangan seputar pembayaran-pembayaran atas dana yang diselewengkannya kepada Asabri. Ia datang ke kejaksaan menggunakan mobil Ford Escape bernomor polisi B-808-DB tanpa didampingi pengacara. Ia hanya ditemani istrinya, Iyul Sulinah.
Sebelumnya, Iyul mengungkapkan Henry telah membayar kewajibannya ke Departemen Pertahanan sekitar Rp 250 miliar. Departemen Pertahanan juga telah menyita 57 aset milik Henry senilai Rp 30-40 miliar. Henry pernah ditahan di Departemen Pertahanan selama tiga bulan, yakni dari 17 Agustus 1999 hingga 17 November 1999.
Sementara itu, Subarda telah menyerahkan aset Henry sebagai upaya penyelamatan dana prajurit sebesar Rp 60,95 miliar. Dalam surat pernyataan yang dibuat 5 Februari 1997, ia menyerahkan 14 aset pribadi, termasuk deposito dan giro senilai Rp 4 miliar.
Soal SKPP yang diterima Subarda, Direktur Penyidikan Pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Muhammad Salim menyatakan tak tahu-menahu. Pemeriksaan terhadap Subarda dan Henry akan dilanjutkan pada 13 Agustus nanti. Rini Kustiani
Sumber: Koran Tempo, 7 Agustus 2007