Mantan Dubes untuk China Juga Dipanggil
Penyidik Kejaksaan Agung mulai memanggil sejumlah saksi, termasuk mantan Duta Besar Republik Indonesia untuk Republik Rakyat China, untuk diperiksa dalam kasus korupsi di Kedutaan Besar Indonesia atau KBRI di China. Saksi itu diperiksa terkait korupsi dalam pemungutan biaya kawat sebesar 55 yuan atau 7 dollar Amerika Serikat per pemohon yang dikenakan terhadap pemohon visa, paspor, dan surat perjalanan laksana paspor.
Meski demikian, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung M Jasman Panjaitan, Senin (13/10), menolak menyebutkan siapa saja mantan Duta Besar untuk China yang dipanggil itu.
Perbuatan korupsi itu diduga terjadi pada Mei 2000 hingga Oktober 2004. Secara keseluruhan, pemasukan yang terkumpul dari penerimaan biaya kawat itu sebesar 10,275 juta yuan dan 9,613 juta dollar AS. Hasil pungutan itu tak dimasukkan ke kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), tetapi dipakai untuk keperluan oknum KBRI di China dan oknum lain.
Dalam keterangan yang dibagikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Marwan Effendy, Jumat lalu, dituliskan, ”Dalam melaksanakan pungutan kawat itu dilakukan berdasarkan Keputusan Kepala Perwakilan RI untuk Republik Rakyat China di Beijing Nomor 280/KEP/IX/1999 tentang Tarif Keimigrasian tanggal 24 September 1999”.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas, surat keputusan dubes itu menjadi dasar pemungutan biaya kawat. Istilah biaya kawat adalah penggunaan teleks, telepon, atau faksimile dari China ke Jakarta. Hingga tahun 2000, warga negara China yang mengajukan visa ke KBRI di China harus memperoleh clearance (persetujuan) dari Jakarta.
Namun, meski setelah tahun 2000 tidak memerlukan clearance lagi, biaya kawat tetap dikenakan terhadap pemohon visa tersebut. (idr)
Sumber: Kompas -Selasa, 14 Oktober 2008 | 00:32 WIB