Mantan Konjen Indonesia di Johor Bahru Divonis 2 Tahun

Eda dituding memberikan arahan agar menerapkan tarif ganda pengurusan dokumen perjalanan.

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memvonis mantan Konsulat Jenderal Indonesia di Johor Bahru, Malaysia, Eda Makmur, dua tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan. Eda divonis melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tentang Tindak Pidana Korupsi. Majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi, kata ketua majelis hakim Moerdiono di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, kemarin.

Putusan terhadap Eda dibacakan secara bergantian oleh hakim ketua dan hakim anggota Akhmad Linuh, Martini Marja, Slamet Subagyo, serta Sofialdi. Eda, menurut hakim, telah memberikan arahan kepada Kepala Sub-Bidang Imigrasi Johor Bahru agar menerapkan kebijakan tarif ganda dalam pengurusan dokumen perjalanan. Tarif yang dipungut adalah tarif besar, sementara tarif yang diserahkan kepada negara sebagai penerimaan negara bukan pajak adalah tarif kecil, kata hakim.

Selisih tarif itu, kata hakim, dibagi-bagi untuk terdakwa, anggota staf Konsulat Jenderal RI, biaya operasional, dan untuk kepala sub-direktorat imigrasi. Total bagian yang diperoleh terdakwa dari pengurusan 30.439 paspor sejak 1999 hingga 2002 adalah RM 304.390 atau Rp 791.414.000, kata hakim.

Karena itu, majelis hakim juga menghukum Eda membayar uang pengganti sebesar yang diterimanya itu, atau Rp 791.414.000. Majelis hakim menganggap jumlah itu setara dengan kerugian negara.

Seusai persidangan, Eda menolak disebut dirinya pernah memberikan perintah seperti yang ditudingkan hakim itu. Saya tidak tahu ada tarif dobel. Itu kan bawahan saya yang melakukan, ujarnya.

Eda menuding surat keputusan Duta Besar RI di Malaysia tentang tarif ganda yang jadi sumber malapetaka itu. Konjen-konjen di seluruh Malaysia menerapkan surat keputusan itu. Sampai sekarang masih bebas. Saya saja yang kurang mujur, katanya. Namun, menurut Eda, surat keputusan itu saat ini sudah dicabut.

Sementara itu, jaksa penuntut umum Kadek Wiradana mengatakan masih akan mempelajari putusan itu. Semua pertimbangan yang kami cantumkan digunakan oleh hakim, tapi kami masih pikir-pikir dulu tentang keputusan hakim itu, ujar Kadek. KARTIKA CANDRA

Sumber: Koran Tempo, 9 Mei 2007
----------
Mantan Konjen Johor Diganjar 2 Tahun
Kasus Pungli Pengurusan Dokumen Imigrasi

Mantan Konsul Jenderal Johor Bahru Eda Makmur harus menjalani masa pensiun di bilik penjara. Eda dipersalahkan atas kasus pungli pengurusan dokumen keimigrasian di lembaga yang dipimpinnya.

Kemarin, pria 67 tahun itu divonis pidana selama dua tahun oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Selain vonis pidana, majelis hakim yang dipimpin Moerdiono mendenda Eda Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan.

Tidak hanya itu, karena terbukti memetik keuntungan dari selisih tarif pemberlakuan tarif ganda pengurusan dokumen imigrasi sebesar RM 10 per paspor 24 halaman, Eda diwajibkan membayar ganti rugi keuangan negara RM 304.390 atau setara dengan Rp 791.414 juta. Paling lama sebulan setelah putusan dibacakan, ganti rugi harus dibayarkan. Jika tidak, diganti dengan kurungan selama satu tahun, ujar Moerdiono dalam sidang yang dimulai pukul 10.40 kemarin.

Berbeda dengan istri dan kedua putrinya yang langsung menangis setelah mendengar putusan, Eda tampak pasrah. Putusan hakim lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakni pidana empat tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider enam bulan kurungan.

Oleh majelis hakim, pria kelahiran Purbalingga tersebut dipersalahkan karena menerapkan tarif ganda berdasar Surat Keputusan Perwakilan Republik Indonesia untuk Malaysia di Kuala Lumpur. Terdakwa memerintah atase imigrasi KJRI Johor Bahru Prihatna Setiawan untuk menerapkan tarif ganda berdasar SK tersebut, ujar anggota majelis.

Ketika ditanya pendapatnya oleh majelis, Eda tampak bingung. Saya tidak mengerti masalah hukum, ujarnya polos lantas berdiskusi dengan penasihat hukumnya dan lalu menyatakan pikir-pikir.

Ditanya setelah sidang, pria yang berdomisili di Ciputat, Tangerang, tersebut bersikukuh menyatakan tidak tahu adanya SK dobel. Dia juga menyatakan tidak memerintah bawahannya untuk menerapkan SK itu. Eda pun melempar kesalahan kepada Prihatna. Konjen itu adalah koordinator, tidak tahu kelakuan anak buah yang nakal, tambahnya.

Meski mempersalahkan Prihatna, nasib Eda lebih baik daripada nasib bawahannya itu. Oleh majelis hakim, Prihatna divonis 3 tahun penjara, denda Rp 150 juta, dan membayar uang pengganti Rp 5,7 miliar.

Ditambahkan, tidak hanya KJRI Johor Bahru yang mempergunakan SK tersebut, tapi juga KJRI lain di Malaysia. Tapi, banyak konjen yang masih bebas, kenapa saya kena? SK itu memang sumber malapetaka, ujarnya lantas berlalu ke ruang terdakwa.

Selain Eda, mantan Konjen Penang Erick Hikmat Setiawan juga dipidana 20 bulan gara-gara menerapkan SK ganda itu. Namun, Erik tidak membayar uang pengganti karena tidak terbukti menerima kucuran dari selisih tarif ganda itu.

Terpisah, JPU Wisnu Baroto mengungkapkan pihaknya tetap pikir-pikir. Bagaimana bisa vonis pidana eda dan Erick berbeda meski kasusnya sama? Inilah dunia peradilan kita, beda hakim beda juga pertimbangannya, tambahnya. (ein)

Sumber: Jawa Pos, 9 Mei 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan