Mantan Pejabat BPPN Diperiksa; Saksi Kasus Mobnas Timor
Kejagung mulai mengusut kasus dugaan korupsi yang dilakukan kroni dan keluarga Cendana, khususnya menyangkut program mobnas (mobil nasional) Timor yang melibatkan Tommy Soeharto.
Sejumlah saksi kemarin diperiksa tim penyelidik Kejagung. Mereka yang menjalani pemeriksaan pertama itu adalah para mantan pejabat BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional).
Hari ini (kemarin, Red) sudah diundang saksi dari BPPN. Siapa namanya perlu saya cek lagi, kata Hendarman yang ditemui di Gedung Kejagung Jakarta kemarin.
Saksi yang diperiksa, lanjut Hendarman, tidak hanya berasal dari BPPN. Tetapi, ketika ditanya berasal dari mana saksi tersebut, Hendarman menolak menjelaskan.
Sudah diundang beberapa orang. Saya minta Dirdik (direktur penyidikan) bikin laporan hasilnya, jelas Hendarman. Tim penyelidik tidak perlu repot mencari saksi lain mengingat penanganan yang dulu sudah ada hasilnya.
Sumber koran ini menyebutkan, saksi yang mungkin juga dipanggil adalah direksi PT Timor Putra Nasional (TPN), pejabat Ditjen Pajak, dan pejabat perbankan.
Manajemen TPN dianggap mengetahui seluk-beluk pengajuan sekaligus pengoperasian program mobnas. Pejabat bank perlu dimintai keterangan mengingat biaya program mobnas dikucurkan dari kredit sindikasi 4 bank pemerintah dan 12 bank swasta senilai USD 690 juta dan USD 840 juta. Ini digunakan untuk membangun pabrik perakitan Timor di Cikampek. Sebagian kredit dan bunga senilai USD 466,624 juta belum dilunasi.
Maklum, Tommy pada 2002-2003 berstatus terpidana kasus penembakan hakim agung Syaifuddin Kartasasmita.
Pejabat bank juga perlu dipanggil karena deposito Rp 3 triliun milik PT TPN masih disimpan di sebuah bank pemerintah.
Pejabat Ditjen Pajak perlu dipanggil untuk menghitung total kewajiban pajak bea masuk (BM) PT TPN yang tidak dibayar setelah mendapatkan fasilitas pembebasan dari Keppres No 42/1996. Ini poin penting, kata sumber tersebut.
Pejabat BPPN diperiksa karena PT TPN pernah masuk program restrukturisasi di BPPN. Sekadar mengingatkan, akibat tidak terlunasinya kredit plus bunga USD 466,624 juta, BPPN menggunakan penyelesaian berpola sustainable debt USD 160,92 juta dan front end fee USD8,63 juta. Selain itu, melalui asset settlement USD5,13 juta dan equity masing-masing USD222,95 juta dan US69 juta dari TPN.
Sementara itu, Kejagung memastikan tidak terlalu rumit membuka lagi penyelidikan kasus korupsi program mobnas PT TPN dan tata niaga cengkih lewat BPPC (Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkih). Alasannya, dokumen mengenai dua kasus yang melibatkan Tommy itu tersimpan rapi di bagian kearsipan Gedung Bundar.
Kita nggak khawatir dokumennya hilang. Semuanya (dokumen) tersimpan di bagian kearsipan. Berkas penyidikan itu kan termasuk dokumen rahasia negara, kata Kapuspenkum Kejagung Wayan Pasek Suarta.
Menurut dia, JAM Pidsus memerintah tim penyelidik untuk membuka dokumen tersebut. Istilahnya melakukan pool data terkait kasus mobnas dan tata niaga cengkih. Ini tahap yang harus dilalui dalam penyelidikan sebuah kasus, kata mantan Kajati Bali itu. Tim penyelidik dilarang menginformasikan hasil selama tahap pengumpulan data tersebut.
Pasek mengatakan selama tahap tersebut, masyarakat bisa menyerahkan dokumen terkait kasus mobnas dan tata niaga cengkih. Data itu diharapkan dapat melengkapi proses pool data sehingga bisa mempertajam arah penyelidikan. Kita justru berterima kasih kalau ada masyarakat yang membantu kita dalam pool data kasus mobnas dan tata niaga cengkih, jelas Pasek.
Dalam penyelidikan, lanjut Pasek, jaksa akan mengurai sejumlah bukti awal tindak pidana korupsi. Minimal bisa didapatkan unsur perbuatan melawan hukum dan kerugian negara. Kalau sudah terpenuhi, nanti tinggal meningkatkan penyelidikan menjadi penyidikan. Di sana akan ditentukan siapa tersangkanya, beber jaksa senior itu.
Lantas, kapan penuntasan penyelidikan dua kasus Tommy tersebut? Pasek mengatakan, semua tergantung kelengkapan dokumen. Bisa cepat, bisa lambat. Dan, kejaksaan selama ini tidak pernah men-deadline penanganan sebuah perkara, pungkas Pasek.
Sekadar mengingatkan, Kejagung membuka lagi penanganan kasus korupsi mobnas Timor dan tata niaga cengkih BPPC. Dua kasus itu jelas menjerat Tommy menjelang pembebasannya September mendatang. Kejagung perlu membuka tumpukan arsip dokumen kasus Tommy. Maklum, dua kasus tersebut pernah diusut pada 2000 di era Jaksa Agung Andi M. Ghalib dan Marzuki Darusman.
Hendarman menyatakan, penanganan kasus tersebut tak lepas dari permintaan kalangan Komisi III DPR, khususnya pengusutan kroni dan kerabat Soeharto. Ini sekaligus mempertegas penerbitan SKPP (surat ketetapan penghentian penuntutan) kasus Soeharto tidak berlaku bagi mereka. Baik kasus mobnas maupun tata niaga cengkih diduga merugikan negara lebih dari Rp 1 triliun. (agm)
Sumber: Jawa Pos, 8 Juni 2006