Mantan Pejabat Depok Tersangka Korupsi
Saya hanya pelaksana.
Kejaksaan Negeri Kota Depok menetapkan mantan Kepala Kantor Departemen Agama Kota Depok Mujahidin sebagai tersangka kasus korupsi pembangunan gedung monitoring dan pengendalian pendidikan agama Departemen Agama Depok senilai Rp 950 juta.
Dia menjadi tersangka sejak Senin lalu, kata Teuku M. Syahrizal, Kepala Kejaksaan Negeri Kota Depok, seusai acara pemusnahan barang bukti narkoba dan minuman keras di depan Balai Kota Depok kemarin. Penetapan itu dilakukan setelah kejaksaan memeriksa Mujahidin sejak September 2005.
Syahrizal mengatakan kasus dugaan korupsi ini terungkap setelah Mujahidin melakukan serah-terima gedung monitoring yang terletak di Jalan Boulevard, Tirta Jaya, Sukma Jaya, Depok, tanpa disertai berita acara serah-terima.
Indikasi lain adalah pengerjaan itu tidak melalui proses tender, tapi melalui penunjukan langsung kepada pemborong. Padahal menggunakan dana dari APBN 2003, kata Syahrizal.
Hingga saat ini, Kejaksaan Negeri Kota Depok masih memeriksa calon tersangka lain, antara lain pemimpin proyek. Ada kemungkinan dia akan menjadi tersangka, ujar Gatot Irianto, Kepala Seksi Intel Kejaksaan Negeri Depok.
Mengenai berapa jumlah yang diselewengan Mujahidin, Syahrizal belum bisa menyebutkan secara pasti. Sebab, kejaksaan masih menunggu hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
Meski sudah menjadi tersangka, Mujahidin tidak ditahan. Dia tidak ditahan karena ada jaminan bahwa dia tidak akan melarikan diri, kata Syahrizal.
Mujahidin yang dihubungi Tempo melalui telepon selulernya mengatakan dia tidak tahu status tersangka yang dikenakan Kejaksaan Negeri kepadanya. Diduga tuduhan penyelewengan itu karena adanya perubahan luas bangunan dari 900 meter persegi menjadi 500 meter persegi.
Menurut Mujahidin, perubahan itu dilakukan atas kebijakan Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Jawa Barat. Saya hanya pelaksana, ujarnya. Kenapa proyek itu tidak ditenderkan? Karena proyek itu swakelola, ujarnya tanpa memerinci lebih lanjut.
Murtakin, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Depok, menyatakan proyek senilai Rp 950 juta tanpa tender itu menyalahi aturan. Sebab, dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah disebutkan proyek di atas Rp 50 juta harus melalui tender. Ini kan nilainya di atas Rp 50 juta, tapi kok tanpa tender, ujarnya.
Soal penahanan, anggota Komisi C ini tidak mempersoalkannya. Jika Mujahidin tidak ditahan, mungkin status tahanannya adalah tahanan luar, yaitu tahanan kota atau tahanan rumah. Mungkin sudah ada jaminan tersangka tidak akan melarikan diri, katanya.
Menurut dia, kasus Mujahidin adalah kasus di Departemen Agama, yang merupakan instansi vertikal pemerintah. Pengontrolannya harus ditangani oleh DPR pusat karena dananya dari APBN, ujarnya.
DPRD lokal, kata dia, tidak bisa melakukan pengontrolan terhadap instansi di departemen. Tapi kejadian itu bisa menjadi pelajaran bagi kalangan Departemen Agama yang berada di daerah. ENDANG PURWANTI
Sumber: Koran Tempo, 14 September 2006