Mantan Wali Kota Padang Divonis Bebas
Mantan Wali Kota Padang Zuiyen Rais yang menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi dana APBD sebesar Rp8,4 miliar, divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Padang, kemarin.
Majelis hakim yang diketuai Suparno menyatakan Zuiyen tidak terbukti melakukan korupsi bersama anggota DPRD Kota Padang periode 1999-2004 seperti yang didakwakan jaksa Firdaus. Sebab, kewenangan mengatur keuangan DPRD ada pada lembaga legislatif daerah itu sendiri.
Apa lagi, mantan Wali Kota Padang itu sebelumnya tidak mengirim surat kepada Gubernur Sumatra Barat (Sumbar) untuk melaporkan adanya pelanggaran Peraturan Pemerintah (PP) No 110/2000 tentang Kedudukan Keuangan DPRD dalam penyusunan APBD Kota Padang.
Majelis hakim juga menyatakan, dari 33 poin fakta yang terungkap di persidangan dan keterangan para saksi, tidak seorang saksi pun yang melihat Zuiyen secara lisan menganjurkan agar anggota Dewan menggelembungkan pendapatan mereka dengan mengakali APBD.
''Dengan pertimbangan-pertimbangan itulah majelis memutuskan untuk membebaskan terdakwa dari semua tuntutan dan rehabilitasi nama baik terdakwa harus dilakukan,'' kata Suparno.
Atas putusan tersebut, Zuiyen yang sejak sidang dimulai selalu tertunduk tidak bisa menahan air mata. Sedangkan jaksa Firdaus ketika ditanya ketua majelis hakim apakah akan mengajukan kasasi, menyatakan masih pikir-pikir.
''Saya berharap kasus yang saya alami akan menjadi pelajaran bagi eksekutif ke depan,'' kata Zuiyen yang menjabat Wali Kota Padang selama dua periode, 1993-2003.
Dalam sidang sebelumnya jaksa menuntut Zuiyen dengan hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan.
Dituntut
Sementara itu, dua mantan pemimpin DPRD Kota Solo, Jawa Tengah (Jateng), periode 1999-2004 dituntut hukuman masing-masing empat tahun penjara di Pengadilan Negeri Solo, kemarin. Kedua terdakwa, Bambang Mudiarto dan HM Yusuf Hidayat, oleh jaksa Ponco Hartanto dituduh melakukan korupsi dana APBD tahun anggaran 2003 sebesar Rp4,2 miliar.
Jaksa juga meminta majelis hakim yang diketuai Suroso agar menjatuhkan denda kepada terdakwa masing-masing Rp100 juta. Selain itu, terdakwa Bambang juga dituntut membayar pengganti Rp266.765.000 dan terdakwa Yusuf Rp89.221.250.
Menurut jaksa, modus operandi korupsi dilakukan para terdakwa dengan cara mengubah APBD Solo tahun anggaran 2003 untuk sejumlah pos dari Rp7,4 miliar menjadi Rp9,8 miliar. Anggaran tersebut antara lain untuk bidang sosial kemasyarakatan, bantuan rumah tangga, penetapan peraturan daerah (perda), bantuan operasional komisi, bantuan rumah tangga, bantuan taktis operasional, biaya perjalanan dinas, bantuan pendidikan, dan premi asuransi anggota Dewan.
Dari Purwokerto dilaporkan, mantan Ketua DPRD Banyumas, Jateng, periode 1999-2004, Tri Waluyo, yang menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi sebesar Rp1,098 miliar, kemarin, tidak hadir di Pengadilan Negeri Purwokerto untuk diadili. Alasannya, terdakwa yang kini ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Banyumas itu sakit.
Akibat ketidakhadiran Tri, jaksa Nor Rokhman dan Gatot Priyo Sembodo tidak dapat membacakan dakwaan.
Ketua majelis hakim Amser Simandjuntak menyatakan, pihaknya telah mendapat surat dari OC Kaligis selaku pengacara Tri, bahwa terdakwa tidak bisa hadir karena sakit. Dalam surat tersebut juga dilampirkan surat keterangan dokter spesialis jantung Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas yang menyebutkan Tri harus istirahat selama enam hari sejak 4 hingga 9 Agustus 2005.
Sedangkan dalam sidang kasus dugaan korupsi di Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Blitar, Jawa Timur, sebesar Rp73 miliar dengan terdakwa mantan Bupati Blitar nonaktif Imam Muhadi, dua saksi menolak semua pertanggungjawaban yang diarahkan kepada mereka.
Dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Blitar, mantan Ketua DPRD Samirin Darwoto menyatakan tidak tahu menahu masalah kas daerah yang kosong. Hal senada juga diungkapkan mantan Sekretaris Kabupaten Blitar Subiantoro yang kini menjabat Sekretaris Kota Mojokerto. (JN/FR/LD/ES/N-1)
Sumber: Media Indonesia, 9 Agustus 2005