Mardijo Divonis Percobaan, Jaksa Kecewa; Hakim Dilaporkan ke Komisi Yudisial
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Semarang memvonis satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun serta denda Rp 500 juta (subsider tiga bulan kurungan) kepada Mardijo, Ketua DPRD Jateng 1999-2004 dalam persidangan perkara dugaan penyelewengan APBD 2003 senilai Rp 14,8 miliar. Amar putusan tersebut membuat Jaksa Mintarjo SH kecewa.
Sebab putusan itu jauh dari tuntutan jaksa, yakni tujuh tahun penjara, denda Rp 500 juta (subsider enam bulan penjara), dan uang pengganti Rp 443 juta (subsider satu tahun penjara). Meski demikian, jaksa masih menyatakan pikir-pikir atas amar putusan itu. Begitu pula dengan penasihat hukum terpidana, Supardi Sukamto SH.
Ia tetap merasa kliennya tak bersalah apalagi yang bersangkutan telah mengembalikan seluruh uang yang diduga didapatkan dari hasil korupsi ke kas daerah. ''Lalu mengapa Mardijo masih harus membayar denda,'' kata Supardi.
Menurut hakim yang diketuai oleh Abid Saleh Mendrofa SH, perbuatan terhukum meresahkan masyarakat, merugikan APBD, dan tidak mencerminkan sikap sebagai seorang wakil rakyat.
Alasan hakim tidak memenjarakan Mardijo karena yang bersangkutan telah mengembalikan dana operasional yang pernah diterimanya.
Sementara itu, di ruang sidang terpisah, Majelis Hakim yang diketuai Boedi Hartono SH menjatuhkan putusan pada mantan Ketua dan Wakil Ketua Panitia Rumah Tangga (PRT) DPRD Jateng 1999-2004 yakni Drs HM Asrofie dan H Soejatno SW SH dan Wahono Ilyas masing-masing dengan hukuman pidana 10 bulan dengan masa percobaan 20 bulan. Ketiganya tidak dikenai denda. Dan, hanya Wahono yang diwajibkan membayar uang pengganti senilai Rp 27 juta.
Keempat terhukum dijerat dengan Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Mereka dianggap telah menyalahgunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya yang dapat merugikan keuangan negara, atau perekonomian negara.
Pengacara Asrofie, Wahono, dan Soejatno, yakni Umar Makruf SH dan Samsyul Bahri SH serta Jaksa Supriyo SH menyatakan pikir-pikir atas keputusan hakim itu. Tidak seperti pada persidangan Mardijo, suasana sidang pembacaan putusan Asrofie dan kawan-kawan diwarnai oleh isak tangis haru para keluarga terpidana. Begitu hakim meninggalkan ruangan, para terpidana dan pengacaranya saling bersalaman dan berpelukan. Tak ketinggalan para kerabat turut serta memberikan ucapan selamat.
Menurut Umar Makruf, pihaknya tetap bersikeras bahwa kliennya tak bersalah. Proses penentuan nominal APBD 2003, jelas dia, bukanlah tindakan yang sengaja dilakukan oleh Asrofie dan kawan-kawan.
Sementara itu, vonis Majelis Hakim PN Semarang yang memberi hukuman percobaan dalam perkara dugaan korupsi APBD Jateng 2003 dinilai kalangan masyarakat tidak logis.
Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang selama ini getol mengungkap kasus dugaan korupsi di Jateng menanggapi dengan kecewa atas vonis tersebut. ''(Vonis) itu sangat tidak logis. Perkara pidana korupsi kok diputus percobaan,'' kata Koordinator KP2KKN Jawa Tengah, Dwisaputra SH.
Karena itu, pihaknya akan segera mengirim surat ke Komisi Yudisial agar hakim-hakim yang menangani perkara dugaan korupsi APBD Jateng itu diperiksa. Apakah mereka saat memberi keputusan sesuai aturan hukum atau tidak.
''Setahu kami, putusan korupsi minimal empat tahun penjara, itu pun hanya terdakwa yang perannya membantu,'' ungkap dia.
Di samping itu, KP2KKN juga mendesak agar kejaksaan melakukan banding karena vonis yang dijatuhkan sangat jauh dari tuntutan.
Pendapat senada disampaikan Sekretaris Jenderal Masyarakat Anti-Korupsi (MAKs) Jateng, Boyamin. Dia mengatakan, jaksa harus melakukan banding karena vonis yang dijatuhkan kurang dari separo dari tuntutan. (H11,G17-29v)
Sumber: Suara Merdeka, 23 Desember 2005