Masa Jabatan Pimpinan KPK Harus 4 Tahun
Ditarik dari studi hukum, masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus empat tahun. Simpulan ini diambil oleh Indonesia Coruption Watch (ICW) bersama sejumlah ahli hukum, menjawab beragam argumen yang muncul mengenai rencana masa jabatan pimpinan KPK yang hingga saat ini masih mengambang.
Sejak diajukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 31 Agustus 2010, hingga kini komisi III belum melakukan fit and proper test terhadap dua calon terpilih, Bambang Widjojanto dan Busyro Muqoddas. "Padahal, menurut UU KPK, DPR diberikan batas waktu maksimal 3 bulan sejak calon diserahkan oleh presiden," ujar Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Febri Diansyah dalam jumpa pers ICW, Senin (8/10).
Febri melanjutkan, dari diskusi yang digelar ICW bersama Todung Mulya Lubis, mantan pimpinan KPK Sjahruddin Rasul, biro hukum KPK Rooseno, dan pengajar hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, ada 12 argumentasi hukum dan sosiologis mengapa masa jabatan pimpinan KPK harus 4 tahun. Satu alasan paling penting, tidak ada satupun pasal yang menyebutkan jabatan pimpinan KPK mengikuti pendahulunya. "Seleksi diselenggarakan untuk mencari pengganti pimpinan KPK, bukan pengganti Antasari. Dan, pasal 34 UU KPK menyebutkan masa jabatan pimpinan KPK adalah empat tahun," tandasnya.
Selain alasan hukum, alasan yang melandasi simpulan ini adalah asas kemanfaatan. Feri Amsari menegaskan, proses seleksi yang begitu panjang dan memakan banyak anggaran, harus dimanfaatkan seefektif mungkin. "Apa yang bisa dikerjakan dalam waktu satu tahun? Lagipula, masa jabatan yang begitu singkat hanya akan menyia-nyiakan anggaran seleksi," tukasnya.
Kontinuitas kinerja KPK, juga menjadi poin penting yang menjadi pertimbangan. Bila seluruh pimpinan KPK berakhir masa tugasnya secara bersamaan, akan terjadi kekosongan kursi kepemimpinan selama beberapa waktu selama proses seleksi berlangsung.
Menanggapi argumen sejumlah anggota DPR yang menganalogikan masa jabatan pimpinan KPK dengan konsep Penggantian Antar waktu (PAW) anggota DPR, Amsari menjawab, "jangan membandingkan jeruk dengan apel, sama sekali berbeda. Sebab KPK adalah lembaga ekstraordinari, yang memiliki aturan dan undang-undangnya sendiri."
Secara lengkap, 12 alasan hukum dan sosiologis yang dirumuskan ICW dan para tokoh adalah sebagai berikut:
- Pasal 34 UU KPK menyatakan bahwa masa jabatan KPK adalah empat tahun.
- Konsep "kepemimpinan kolektif" sebagaimana diatur dalam Pasal 21ayat 5 UU KPK dimaksudkan soal pengambilan keputusan.
- Pengadilan Tipikor tidak pernah menolak kasus meski pimpinan kurang dari lima orang.
- Aturan penggantian atau pengisian kekosongan pimpinan KPK sama persis dengan penggantian hakim Konstitusi.
- Karena tidak ada pasal di UU KPK, yang mengatur Pergantian Antar Waktu (PAW), aturan penggantian pimpinan KPK berbeda dengan penggantian pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), anggota DPR/DPRD.
- Membaca dan menafsirkan Pasal 33 dan Pasal 34 UU KPK harus secara sistematis dan holistik, tidak bisa sepotong-potong.
- Konsep staggerea atau kontinuitas kepemimpinan KPK sangat positif bagi keberlanjutan, strategi dan kinerja pemberantasan korupsi.
- Asas kemanfaatan dan efisiensi.
- Masa jabatan empat tahun tidak melanggar kepastian hukum, karena pimpinan KPK terpilih akan dilantik dengan masa jabatan pasti.
- Proses seleksi pimpinan KPK saat ini sama persis dengan seleksi pimpinan KPK sebelumnya. Sehingga tugas, wewenang, dan masa jabatannya adalah sama, yakni empat tahun.
- Tindakan mengundang Pansus UU KPK oleh Komisi III, tidak akan bisa menghasilkan tafsir original intent. Sebab, apa yang disampaikan Pansus adalah pernyataan politik yang sarat kepentingan politik.
- Makna penggantian pimpinan KPK di Pasal 33 UU KPK hanya tepat jika dimaksud sebagai pemilihan komisioner baru dengan masa jabatan empat tahun.
Farodlilah