Masalah APBD NTB Dibawa ke BPK
Gubernur mengirim surat Ketua DPRD.
MATARAM - Panitia Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Nusa Tenggara Barat akan membawa masalah anggaran pendapatan dan belanja daerah ganda--sering disebut APBD kembar--ke Badan Pemeriksa Keuangan di Jakarta, Senin (17/10). Panitia juga akan melaporkan kepada Menteri Dalam Negeri M. Ma'ruf.
Langkah ini adalah syarat kompromi dengan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat yang diduga melakukan penyimpangan karena menggunakan APBD berbeda dengan yang disahkan oleh DPRD Nusa Tenggara Barat dan Menteri Dalam Negeri.
Kami membawa masalah ini ke Badan Pemeriksa Keuangan untuk memperbaiki penyimpangan, ujar Suryadi Jaya Purnama, anggota Panitia Anggaran DPRD Nusa Tenggara Barat dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, kepada Tempo kemarin. Suryadi juga mengatakan hal ini agar sesuai dengan keputusan DPRD dan hasil evaluasi Menteri Dalam Negeri yang memperjelas legalitas hukum masalah ini.
Menurut Suryadi, kembaran APBD Nusa Tenggara Barat tersebut telah diperbaiki setelah Gubernur NTB mengajukan revisi APBD 2005. APBD yang sudah diperbaiki itu menjadi sampul hijau. Tapi dengan syarat lapor ke Menteri Dalam Negeri dan Badan Pemeriksa Keuangan, ujarnya. Nilainya pun bertambah dari semula Rp 514,1 miliar, setelah adanya perbaikan, menjadi bertambah Rp 76 miliar.
Masalah ini berawal ketika diketahui Pemerintah Provinsi NTB menggunakan APBD versi buku putih yang meski nilai keseluruhannya tetap sama, yakni Rp 514,1 miliar, perinciannya berbeda dan menguntungkan belanja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah NTB.
Sedangkan APBD versi buku merah, sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 2/2005 yang diakui DPRD Nusa Tenggara Barat, sudah dievaluasi Menteri Dalam Negeri. Evaluasi itu sesuai dengan ketentuan surat Nomor 29/2003.
Adapun beberapa perbedaan APBD itu, misalnya, anggaran belanja pihak ketiga penyusunan dan koordinasi perencanaan di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah NTB. Semula anggaran yang ditetapkan sebesar Rp 16,286 miliar dari pengajuan Rp 18,8 miliar. Tapi kemudian membengkak dengan kelebihan Rp 1,9 miliar.
Hal lain juga terjadi terhadap adanya perubahan untuk anggaran honor pihak ketiga. Semula hanya disetujui Rp 1,79 miliar. Namun, membengkak menjadi Rp 5 miliar sehingga kelebihan sebesar Rp 3,1 miliar.
Selain itu, anggaran aparatur dan anggaran publik masing-masing Rp 12 miliar dan Rp 3,8 miliar. Namun, setelah adanya penetapan tanpa rasionalisasi, terjadi perubahan anggaran publik dan anggaran aparatur menjadi masing-masing Rp 9 miliar lebih.
Wakil Ketua DPRD NTB Mahrib mempertanyakan asal-muasal angka perbedaan tersebut.
Sementara itu, Gubernur NTB Lalu Serinata menghindar sewaktu diundang untuk membicarakan perbedaan tersebut. Lalu Serinata kemudian mengirimkan surat kepada Ketua DPRD NTB tertanggal 13 September 2005.
Dalam suratnya, ia menyebutkan tetap berpedoman kepada hasil evaluasi Menteri Dalam Negeri. Namun, kenyataannya kemudian tetap berpedoman pada APBD versi putih. SUPRIYANTHO KHAFID
Koran Tempo, 15 Oktober 2005