Mega Protes, Kalla Mengaku; Dana Fiktif Harus Masuk Kas Negara [05/08/04]
Tuduhan Indonesian Corruption Watch (ICW) dan Transparansi Internasional Indonesia (TII) tentang adanya dana kampanye fiktif benar-benar membuat pasangaan capres-cawapres yang dibidik merasa risau. Tim sukses Mega-Hasyim buru-buru menolak tuduhan tersebut. Namun sebaliknya, kubu SBY-Jusuf Kalla menegaskan, dana fiktif itu tidak sebesar apa yang dituduhkan kepada pihaknya.
Cawapres Jusuf Kalla, Rabu kemarin, mengakui pihaknya memiliki dana kampanye yang tidak jelas asal-usulnya alias fiktif. Jumlahnya bukan Rp 2,5 miliar seperti temuan ICW tapi hanya Rp 600 juta.
ICW, Selasa (3/8), melaporkan temuan dana kampanye fiktif para capres-cawapres ke Panwas Pemilu. Pasangan Megawati-Hasyim dilaporkan mempunyai dana fiktif Rp 11 miliar, sedangkan pasangan SBY-Kalla Rp 2,5 miliar.
Menurut penuturan Kalla, yang terjadi sebenarnya hanya kesalahan administrasi. Kalla akan membuat klarifikasi dalam minggu ini untuk menjelaskan secara terperinci kesalahan-kesalahan tersebut.
Saya sudah cek ulang. Yang terjadi itu kesalahan alamat, kesalahan ketik atau kesalahan dari yang menyumbang itu sendiri yang memberikan alamat yang lama. Contohnya di Palu, ternyata setelah dicek itu di Poso, ujar Kalla.
Apakah jumlahnya sesuai dengan temuan ICW? Kami melihatnya hanya lebih kurang Rp 600 juta yang salah alamat, tutur Kalla.
Pasangan SBY itu setuju, dana yang tidak jelas dikembalikan ke kas negara. Namun, lebih lanjut dia menolak masalah dana itu dikategorikan sebagai tindak pidana pemilu. Bukan (tindak pidana pemilu), ini bukan kesengajaan, tandasnya.
Sangat Hati-hati
Sementara itu, tim sukses Mega- Hasyim menolak tuduhan ataupun anggapan bahwa mereka menerima sumbangan tidak jelas alias fiktif dalam kampanye pemilu presiden dan wakil presiden putaran pertama.
''Sejak awal kami sangat berhati-hati dalam menerima sumbangan. Bahkan, kami tidak akan menerima sumbangan yang apabila identitas penyumbangnya tidak jelas,'' kata Bendahara Tim Sukses Mega-Hasyim, Sony Keraf, didampingi Sekretaris Heri Akhmadi dan Wakil Bendahara Didi Soewandi.
Dalam keterangan pers itu juga dihadiri Purwaning Yanuar SH yang dituduh memberi sumbangan fiktif. Kehadiran Purwaning sekaligus untuk mempertegas keterangan Sony Keraf bahwa memang betul dia menyumbang ke tim sukses tersebut.
Nama Purwaning disebut-sebut sebagai penyumbang fiktif oleh ICW dan TII berdasarkan kriteria yang ditinjau dari segi kelayakan ekonomi, identitas tidak jelas, pencatutan nama serta nama penyumbang yang sama. ''Saya memang menyumbang dana untuk Mega-Hasyim dengan identitas jelas, yaitu KTP satu-satunya yang saya miliki,'' ungkap Purwaning.
Namun ketika dilakukan pengecekan oleh LSM-LSM serta pihak-pihak lain untuk memverifikasi atas daftar penyumbang kepada tim sukses, Purwaning Yanuar sudah pindah alamat. Meski telah pindah, dia tetap memiliki satu KTP.
Menurut keterangan Purwaning, kebetulan pengurus RT di rumahnya yang lama telah berganti sehingga belum sepenuhnya hafal dan mengetahui nama-nama serta daftar warganya. ''Atas dasar itulah, saya protes atas pemberitaan bahwa saya dianggap sebagai penyumbang fiktif. Saya protes keras dianggap demikian, apalagi tanpa konfirmasi ke saya,'' tegasnya.
Dia mengemukakan, sebagai warga negara dirinya telah mengetahui ketentuan sumbangan kepada capres-cawapres. ''Saya tidak melanggar hukum. Saya mengetahui ketentuannya. Saya sebagai warga negara berhak menentukan ke mana uang saya akan saya digunakan.''
Disesalkan
Sony Keraf menyebutkan, pihaknya menghargai laporan yang disampaikan ICW dan TII. Namun disesalkan, laporan yang telah dipublikasikan itu tanpa terlebih dulu ada verifikasi secara mendalam. ''Kami percaya mereka berniat baik. Kami juga berniat baik,'' katanya.
Dia berusaha meluruskan empat kategori temuan ICW dan TI, yaitu kelayakan dari segi ekonomi, identitas tidak jelas, penyumbang dengan nama sama, serta pencatutan nama seseorang. ''Ketika ada pemeriksaan formal oleh KPU melalui auditor yang ditunjuk, kemudian teman-teman LSM melakukan pengecekan ternyata penyumbang-penyumbang kami mendapat perlakuan kurang bagus. Kami banyak mendapat laporan mengenai hal itu.
Sony Keraf mengemukakan, sejak awal Tim Mega-Hayim telah mewaspadai adanya sumbangan fiktif untuk kampanye. Karena itu, sejak awal pihaknya sangat berhati-hati menerima sumbangan.
''Karena itu, terhadap pengecekan yang dilakukan LSM dan pihak lain itu, kami telah mengingatkan kepada penyumbang bahwa identitas tidak jelas orang per orang yang datang menanyakan kejelasan sumbangan mereka jangan dilayani. Kita juga harus menggunakan prosedur yang bagus, jangan sampai orang per orang boleh datang padahal tidak jelas identiatsnya, mengintimidasi dan mengintip rumahnya. Itu tidak etis,'' paparnya.
Mengenai kriteria ''alamat tidak jelas'' yang dilaporkan ICW ada tujuh orang, empat di antaranya perorangan dan tiga perusahaan. Empat perorangan itu pihaknya memiliki alamat yang jelas, salah satunya adalah Purwaning Yanuar. Adapun tiga perusahaan yang disebut-sebut ICW telah memiliki NPWP sehingga bisa dianggap resmi.
Untuk kriteria ''kelayakan secara ekonomi'' Sony menyebutkan, para penyumbang keberatan karena adanya kedekatan penyumbang dengan kalangan LSM karena keadaan ekonomi sebelumnya. Padahal, perkembangan ekonomi seseorang bersifat sangat pribadi. ''Hal seperti itu tidak layak dipublikasikan,'' ucapnya
Mengenai tuduhan ''mencatut nama'', Sony menegaskan, terlalu riskan untuk disebut mencatut nama karena penyumbang benar-benar memberi sumbangan, identitas jelas, dan dokumentasi data sumbangan juga jelas.
Berkaitan dengan tuduhan adanya penyumbang satu nama terutama dari perusahaan, Sony mengatakan, sesuai dengan ketentuan UU maka penyumbang yang memiliki NPWP walaupun termasuk dalam satu grup perusahaan asal tidak melebihi ketentuan UU Rp 750 juta, hal itu masih dibenarkan.
''Menurut pandangan kami, sejauh merupakan entitas tersendiri dengan NPWP-nya dan bersedia sukarela menyumbang dana untuk kepentingan Tim Mega-Hasyim, kami bisa menerima. Sejauh tidak keluar dari koridor hukum, kami mau menerimanya,'' tandas Sony.
Sementara itu Heri Akhmadi menekankan, tidak ada yang fiktif dalam sumbangan yang diterimanya. ''Kami siap untuk melakukan pemeriksaan lebih jauh asal sesuai dengan ketentuan UU,'' ucapnya.
Dia mengatakan, pihaknya tidak akan menggugat balik ICW dan TII ke kepolisian. Namun, siap apabila ada tindak lanjut proses hukum atas laporan LSM itu. ''LSM-LSM itu tidak menemukan alamat penyumbang yang sesungguhnya. Kami sesalkan, belum mendapatkan data yang akurat dan mendalam, kemudian terburu-buru memublikasikan,'' ujarnya.
Mengenai intimidasi, Heri Akhmadi menuturkan, ada penyumbang yang sampai sekarang dikejar-kejar oleh orang-orang dari LSM untuk meminta klarifikasi atas sumbangannya. ''Karena jengkel, penyumbang itu mengaku tidak tahu dengan sumbangan tersebut. Karena itu, perlu ada kejelasan kepada siapa para penyumbang harus memberi klarifikasi, apakah harus memberi klarifikasi kepada semua orang atau cukup kepada akuntan.''
Jika suatu saat KPU meminta agar Tim Sukses Mega-Hasyim membeberkan lebih terperinci tentang identitas penyumbangnya, Heri Akhmadi menyatakan siap melakukan hal itu.(nas.di.87-33j)
Sumber: Suara Merdeka, 5 Agustus 2004