Mekanisme Kepemimpinan KPK akan Digilir Setiap Bulan
Setelah berakhirnya tugas Tumpak Hatorangan Panggabean dari jabatan ketua pelaksana tugas (Plt), mekanisme kepemimpinan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berubah. Dalam rapat pimpinan lembaga antikorupsi itu, diputuskan jabatan ketua KPK akan digilir setiap bulan. Ketua bergilir ini menggunakan mekanisme pelaksana harian (Plh).
Empat pimpinan yang ada sekarang adalah Haryono Umar, M. Jasin, Chandra M. Hamzah, dan Bibit Samad Riyanto. "Setelah Pak Tumpak diberhentikan secara terhormat, ketua KPK akan digilir setiap bulan. Untuk April mendatang, ketua KPK dijabat Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Haryono Umar," jelas Juru Bicara KPK Johan Budi kemarin (24/3).
Haryono menjabat hingga 30 April mendatang. Setelah itu, rapat pimpinan KPK akan menentukan Plh ketua untuk bulan berikutnya. Soal pengambilan keputusan, segala sesuatunya diputuskan berdasar rapat pimpinan. Mekanisme tersebut akan terus dilakukan hingga ada pengganti Tumpak.
KPK menyerahkan sepenuhnya penggantian itu kepada pemerintah. Sesuai dengan pasal 30 ayat (2) UU KPK tahun 2002, pemerintah berhak membentuk panitia seleksi (pansel) untuk memilih calon pimpinan KPK. Ayat 1 menyebutkan pimpinan KPK dipilih oleh DPR berdasar calon anggota yang diusulkan oleh presiden. "KPK kan hanya pelaksana UU sehingga tidak punya kewenangan untuk memilih dan menunjuk," ujar Johan.
Meski begitu, KPK berharap, calon pimpinan yang diusulkan harus memenuhi sejumlah kriteria. Salah satunya memiliki integritas tinggi. Pasalnya, saat ini, lanjut Johan, KPK tengah menangani kasus-kasus berskala nasional yang tengah menjadi perhatian masyarakat. "Karena itu, jangan sampai masuk orang dari luar yang justru bisa melemahkan KPK," imbuh pria asal Mojokerto tersebut.
Johan menuturkan, sejauh ini, empat pimpinan KPK dirasakan sudah cukup. Empat pimpinan tersebut bisa menjalankan fungsi dengan baik asal tidak "diganggu" seperti yang terjadi pada kasus Bibit-Chandra tahun lalu. "Kalau diganggu seperti tahun 2009, kita patut mempertanyakan sebenarnya mau nggak memberantas korupsi ini. Mana bisa berantas kalau diganggu. Tapi, yang jelas, kami tetap menunggu pansel dari pemerintah," kata Johan.
Terpisah, Indonesian Corruption Watch (ICW) menilai KPK tidak membutuhkan pengganti Tumpak. Sebab, tidak terjadi kekosongan kekuasaan. Empat pimpinan dinilai sudah cukup. "Dalam hal ini, KPK lebih fokus pada efektivitas kerjanya. Tidak perlu pansel, tidak perlu mengganti pimpinan. Lebih efektif seperti ini," ujar peneliti hukum ICW Febri Diansyah ketika dihubungi tadi malam.
Febri menuturkan, di bawah kepemimpinan empat orang itu, KPK mampu bekerja dengan baik. Setelah Antasari keluar dari KPK, sejumlah kasus besar bisa naik ke penyidikan. "Contohnya ya kasus Agus Condro (kasus dugaan suap pemilihan deputi gubernur senior Bank Indonesia, Red) itu. Jadi, secara hukum, tidak ada masalah," imbuhnya.
Di samping pertimbangan efektivitas, tarik-menarik kepentingan politik pada masa sekarang bisa menjadi salah satu cara untuk menyetir KPK. Pembentukan pansel, kata Febri, dapat memberikan peluang bagi orang-orang tertentu yang ingin menempatkan orang-orangnya di KPK. "Ini bisa jadi warning awal dari ICW. Sebab, dengan begitu, KPK bisa dikontrol," katanya.
Febri juga memaparkan, berdasar info dari sumber tertentu, beberapa anggota DPR mendesak agar dibentuk pansel. Dasarnya, terjadi kekosongan kekuasaan di KPK. Padahal, lanjut Febri, itu tidak terjadi. "Sudah ada empat pimpinan dan fungsi pimpinan masih berjalan. Apalagi waktu yang tersisa sangat pendek. Pada 2011 nanti, masa jabatan pimpinan KPK berakhir," paparnya. Padahal, untuk melakukan seleksi, tambah Febri, dibutuhkan waktu enam bulan. "Itu jelas tidak efektif," imbuhnya.
Seperti diberitakan, Senin, 22 Maret lalu, Tumpak menerima keppres tentang pemberhentian dirinya sebagai pelaksana tugas ketua KPK. Keppres itu merupakan jawaban atas ditolaknya Perppu Pimpinan Sementara KPK oleh DPR.
Pemerintah melalui Menkum HAM Patrialis Akbar yang akan membentuk pansel belum bisa dihubungi hingga tadi malam. Namun, sesaat setelah penolakan perppu plt ketua KPK, Patrialis mengatakan, "Pemerintah memahami pendapat mayoritas fraksi (yang menolak perppu). Dengan demikian, pemerintah harus segera mempersiapkan pansel," katanya. (ken/fal/c1/iro)
Sumber: Jawa Pos, 25 Maret 2010