Memaknai Hikmah Kasus KY

Shock, terkejut. Itulah awal diskusi informal di Kemitraan. Saat itu ada konfirmasi tak terbantahkan, Irawady Joenoes tertangkap tangan KPK saat menerima suap. Di tangan Irawady ada uang Rp 600 juta, di saku 30.000 dollar AS.

Keterkejutan itu bukan hanya merupakan kegalauan ekspresi karena adanya kesenjangan antara harapan yang memuncak dan kekecewaan mendalam terhadap Komisi Yudisial (KY). Seharusnya KY dan aparatnya harus menjadi garda terdepan penjaga keluhuran martabat profesi hakim. Namun, ada yang berbuat sebaliknya. Tidak pada tempatnya bermain-main dengan kehormatan yang diletakkan dalam segenap fungsi dan kewenangan yang melekat pada lembaga KY.

Terlalu luas
Di sisi lain, tertangkapnya anggota KY itu sebenarnya bukan sesuatu yang mengejutkan. Maksudnya, tingkat masifitas korupsi sudah terlalu luas, sistemis, dan terstruktur sehingga dapat menjangkiti siapa pun. Tidak peduli pejabat tinggi, pegawai rendah, kelompok sipil atau militer, kalangan bisnis, eksekutif, dan legislatif, serta lembaga peradilan sekalipun. KPK saja pernah kecolongan, salah satu penyidiknya ketahuan memeras saksi.

Kita seharusnya juga tidak perlu terlalu terkejut karena dari awal sudah harus mafhum, bahkan menyiapkan diri, suatu ketika nanti virus korupsi akan dapat menyerang tiba-tiba dan sekonyong-konyong serta membuat limbung lunglai bahkan semaput suatu lembaga. Jadi amat salah bila kita terlalu percaya diri, tidak waspada, dan secara sengaja membangun sistem untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi terhadap serangan virus korupsi.

Kini persoalan nyata yang harus dihadapi bukan lagi sekadar terkejut-tidak terkejut, menyesal dan marah, serta melakukan sumpah serapah. Keseluruhan itu tidak akan mengubah masalah dan tidak mempunyai nilai manfaat yang substantif. Pertanyaan dasar yang harus dikemukakan, apa hikmah mendasar dari kejadian ini serta apa yang harus dilakukan KY secara tegas, konkret, dan progresif di dalam waktu sesingkat-singkatnya.

Tindakan awal yang sudah dilakukan KY perlu diapresiasi untuk membuka semua akses penting, relevan, dan material agar KPK dapat menjalankan tugasnya secara paripurna guna menuntaskan penyidikannya dan membuktikan apakah alibi yang diajukan tersangka itu tidak atau mempunyai kekuatan.

Sebaiknya, KY juga tidak perlu berkutat banyak untuk mempersoalkan hal-hal prosedural yang sedang dilakukan KPK dalam menjalankan kewenangannya. Oleh karena itu, tindakan pimpinan KY untuk memberhentikan sementara KY dapat menjadi indikasi keseriusan KY dalam menangani kasus ini.

Sistem pencegahan
Hal lain yang perlu dilakukan, KY harus membangun sistem pencegahan korupsi yang dapat meminimalkan potensi penyalahgunaan kewenangan. Setidaknya ada tiga hal penting yang dapat dilakukan.

Pertama, KY merumuskan dan menerapkan standar etik dan perilaku tertinggi dalam menjalankan tugas pokok dan kewenangannya. Misalnya, tidak dapat menerima hadiah apa pun yang diduga terkait tugasnya. Untuk itu perlu dibuat badan kehormatan yang bersifat independen yang akan memeriksa potensi pelanggaran etik dan perilaku. Sanksi tegas harus diterapkan secara konsisten tanpa diskriminasi.

Kedua, KY tidak hanya menerapkan fakta integritas dan pelaporan atau mendeklarasikan harta kekayaan anggotanya dan jabatan tertentu dalam struktur organisasinya, tetapi lebih jauh dari itu mendatang suatu surat kuasa untuk mengambil harta kekayaan yang kelak diketahui dimilikinya, tetapi di luar yang dideklarasikan, seperti tersebut di dalam Mereva Junction.

Ketiga, KY merumuskan sistem pencegahan korupsi dengan menerapkan good public governance secara utuh dan menyeluruh. Sistem ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja KY dan dapat mendeteksi potensi penyalahgunaan kewenangan dari awal. Untuk ini, KPK bisa bekerja sama dengan Kemitraan dan Komisi Nasional Kebijakan Governance.

Hal lain yang juga mendapat perhatian, KY telah kecolongan dengan ditangkapnya seorang anggotanya yang diduga melakukan kejahatan. Namun, ini bukan berarti kiamat bagi KY dan lembaga itu harus didekonstruksi dan didelegitimasi sehingga kian tak memiliki kewenangan apa pun karena kasus Irawady bukan sepenuhnya kesalahan KY.

Untuk itu, KY harus diberi kesempatan memperbaiki berbagai kekurangan yang melekat secara sistemis dan struktural pada dirinya. Musibah ini dapat digunakan KY untuk meningkatkan integritas dan kapasitasnya jika KY dapat mengelola kasus ini dengan berkhidmat. Kami butuh kepastian dan langkah nyata yang akan KY lakukan, segera dan secepat-cepatnya.

Bambang Widjojanto Anggota Tim Kemitraan untuk Kebijakan Governance

Tulisan ini disalin dari Kompas, 3 Oktober 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan