Memburu para penggangsir APBD Sumbawa (Koran Rakyat Somasi edisi 24)
Bertambah lagi anggota DPRD yang dilaporkan ke Kejaksaan. Setelah vonis empat orang anggota DPRD Kabupaten Lombok Barat dan anggota DPRD Kota Padang, Sumatera Barat, beberapa hari lalu (27/5) sejumlah aktivis LSM antikorupsi di Lombok dan Sumbawa melaporkan dugaan penyelewengan dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Sumbawa yang dilakukan kolektif anggota DPRD Sumbawa ke Kejaksaan Tinggi NTB.
Laporan itu disampaikan ke I Ketut Parwata Kusuma, Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi NTB. Betapa tidak. Jumlah dana APBD yang digangsir wakil rakyat itu tak main-main : Rp 6, 438 miliar. Penyimpangan dana APBD Sumbawa itu sudah terjadi pada 2001, 2002, dan 2003. Pos anggaran yang dibobol antara lain anggaran kesehatan Rp 3,240 miliar, tunjangan kegiatan Rp 2,255 miliar, anggaran pakaian dinas Rp 128 juta, anggaran purnabakti Rp 600 juta, dan anggaran Dewan Pertimbangan Daerah, dalam belanja Sekretariat Dewan DPRD Sumbawa, sebesar Rp 215 juta.
Beberapa pos APBD menurut Mohammad Yamin, dari Lembaga Advokasi Rakyat untuk Demokrasi dan Transparansi (LARDES) Sumbawa, dinilai melanggar aturan. Dalam pos anggaran kesehatan 2003, misalnya lembaganya menemukan terjadinya pembukuan ganda tunjangan kesehatan. Dewan menganggarkan Rp 1,680 miliar. Kenyataannya, Sekretariat Dewan masih menganggarkan lagi dalam bentuk biaya general check up kesehatan untuk anggota DPRD sebesar Rp 600 juta. Itu terjadi tiga tahun berturut-turut pada 2001-2003 sehingga total jumlahnya Rp 2,280 miliar.
Meski telah menggunakan tambahan general check up, anggota DPRD yang berjumlah 40 orang itu masih menganggarkan biaya kesehatan Rp 960 juta selama tiga tahun. Jika ditotal, duit anggaran kesehatan mencapai Rp 3,240 miliar. Ini menyalahi PP Nomor 110 yang mengatakan tunjangan kesehatan diberikan dalam bentuk asuransi. Sementara itu, anggota DPRD Sumbawa menganggarkan tunjangan kesehatan dalam bentuk tunjangan kesehatan dan asuransi. Ini rangkap, kata Yamin.
Contoh lain, menyangkut anggaran purnabakti sebesar Rp 600 juta. Menurut Yamin, anggaran tersebut dimunculkan pada 2001. Mengutip PP Nomor 110 Tahun 2000, uang purnabakti tidak diatur. Jadi anggaran tersebut ilegal dan berbau penyelewengan, katanya.
Kejengkelan aktivis LSM terhadap ulah anggota DPRD Sumbawa ini sebenarnya telah lama. Misalnya soal dugaan penggelembungan dana pembebasan tanah perumahan DPRD di Uma Sima, Kecamatan Sumbawa, Kabupaten Sumbawa, pada 2002. Ketika itu nilai proyek pembebasan tanah Rp 525 juta dengan luas 2 hektare. Ternyata nilai tanahnya hanya Rp 150 juta atau masih ada selisih uang sebesar Rp 375 juta. Selisih ini dibagi-bagikan ke sejumlah pejabat di Pemkab Sumbawa, termasuk sejumlah anggota DPRD Sumbawa.
Meski begitu Yamin kepada RAKYAT mengaku pesimis karena selama ini kasus-kasus korupsi pejabat jarang mendapat penanganan serius pihak kejahatan. Sekali lagi, Kejaksaan ditunggu nyalinya menggeret para koruptor ke meja hijau. (Kus/Mik )