Memperkuat Pisau Transparansi
Sejak disahkan pada 2008, Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) menjadi "pisau" baru untuk mendukung transparansi informasi. Undang-undang ini menjamin hak warganegara untuk mendapatkan informasi dari badan publik, baik milik pemerintah maupun badan publik nonpemerintah.
Indonesia Corruption Watch (ICW) telah mencoba mengimplementasikan UU KIP untuk meminta informasi laporan pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Dana Operasional Pendidikan (BOP) di SMP Negeri 190, SMP Negeri 95, SMP Negeri 84, SMP Negeri 67 dan SMP Negeri 28 Jakarta. Dengan undang-undang yang sama, ICW juga mengajukan permintaan informasi data perwira tinggi Polri pemilik "rekening gendut". Kedua upaya itu belum membuahkan hasil.
ICW menilai badan publik belum siap mengimplementasikan undang-undang yang mulai berlaku sejak Mei 2010 itu. Sebagai badan publik, pihak sekolah dan Dinas Pendidikan tidak mampu menyediakan informasi yang menurut UU KIP adalah informasi publik yang dapat diakses secara terbuka. Mabes Polri, juga masih konsisten menutup rapat informasi yang dianggap rahasia.
Komisioner Komisi Informasi Pusat, Abdul Rahman Ma'mun, mengatakan, undang-undang KIP yang masih baru seharusnya tidak menjadi alasan ketidaksiapan badan publik menjalankan fungsi transparansi. "Sudah ada jangka waktu 2 tahun untuk sosialisasi dan hampir satu tahun setelah UU ini diberlakukan. Idealnya tidak ada masalah," ujar Abdul Rahman saat ditemui di kantor KIP, Jalan Meruya Selatan No 1 Jakarta Barat, Senin (31/1/2011).
Berikut petikan wawancara Farodlilah Muqoddam dari ICW dengan Abdulrahman:
Sejauh mana sosialisasi undang-undang KIP?
secara normatif, sosialisasi sudah cukup. undang-undang ini mencakup peran 3 stakeholder, yakni badan publik sebagai penyedia informasi, masyarakat sebagai peminta informasi, dan komisi informasi sebagai penengah bila terjadi sengketa.
Selanjutnya adalah peran lembaga penegak hukum, bila sengketa informasi berlanjut setelah putusan majelis KIP. Pihak termohon, bila merasa keberatan dengan putusan KIP, dapat mengajukan banding ke Pengadilan Negeri (PN) ataupun Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Banding ke PTUN ketika badan publik yang bersangkutan dalah milik negara, dan ke PN ketika berkaitan dengan badan publik nonpemerintah.
ICW menemukan badan publik tidak siap memberikan informasi, dan bahkan menolak...
Tidak ada alasan badan publik atau penegak hukum terkait tidak siap. Secara teknis kita sudah melakukan pertemuan dengan lembaga penegak hukum dan peradilan.
Komisi Informasi (KI) diberi kewenangan untuk menyusun standar penyelesaian sengketa informasi publik, semacam hukum acara terkait sengketa informasi. Dalam penyusunannya, KI telah meminta pertimbangan dan masukan dari kejaksaan, kepolisian dan Mahkamah Agung. Dari pertemuan-pertemuan itu kami menganngap mereka telah membaca aturan UU KIP dan sudah ada kesepahaman.
Lalu, sejauh mana peran kepolisian?
Ada pertanyaan dari publik, bila terjadi pelanggaran informasi publik, bisakah langsung mengadukan ke polisi. Namun untuk membuktikan terjadi pelanggaran, harus dibuktikan melalui UU KIP.
Dalam pertemuan dengan KI, Kabid Humas Polri Edward Aritonang mengatakan, sebaiknya sengketa informasi diproses dulu di KIP agar ada dasar hukumnya, baru kemudian diadukan ke polisi ketika terjadi pelanggaran.
Tetapi, ICW juga menemukan penyidik di Polda Metro Jaya tidak siap menerima aduan pelanggaran putusan KI?
Kita tidak tahu implementasinya di tingkat Polri. Namun, dalam pengamatan KI, Polri justru paling responsif menanggapi UU KIP, dengan segera menerbitkan Peraturan Kapolri terkait hal ini. secara jelas, Polri menunjuk pejabat ppid, tidak menempel di Humas. Ini menujukkan Polri sangat proaktif. Edward, bahkan menyatakan telah membangun jaringan informasi di satuan Polsek.
Kalaupun ada masalah, mungkin alasan teknis.
Bagaimana prosedur pengajuan sengketa di KI?
Ada beberapa tingkatan. Karena ini baru, prosedur penyelesaikan sengketa berjenjang. Sebelum pemohon informasi mengajukan permohonan sengketa ke KI, dia harus menempuh beberapa hal. Pertama, mengajukan permintaan informasi kepada badan publik.
Jika ditolak, atau tidak ada tanggapan selama 10 hari, pemohon dapat mengajukan keberatan kepada badan publik yang dimaksud. Pemohon juga wajib mengakomodasi ketika badan publik meminta perpanjangan waktu maksimal 7 hari.
Surat keberatan yang diajukan, jika kemudian direspons positif oleh baran publik, sengketa selesai. Tapi kalau ditolak, ataupun tidak ditanggapi selama 30 hari, pemohon bisa mengajukan sengketa ke KI.
Pengajuan sengketa bisa dilakukan oleh perseorangan, dengan syarat melampirkan KTP. Atau oleh organisasi berbadan hukum.
Proses penanganan sengketa?
Dalam kurun waktu Mei hingga Desember 2010, jumlah aduan sengketa informasi di KI mencapai 250 pengaduan. Tidak semuanya memenuhi syarat sebagai sengketa, yakni aduan sengketa dari pemohon yang belum menempuh upaya-upaya keberatan kepada badan publik.
Dari 250, sekitar 80 ditindaklanjuti sebagai iaporan yang layak. 60 diantaranya melalui pemeriksaan pendahuluan. Diteliti legal standing dan kelengkapan lainnya. Sebagian besar dari 60 itu diselesaikan dalam mediasi. Sebagain lagi diputus melalui sidang adjudikasi.
Dalam mediasi, KI hanya sebagai penengah, yang mengambil kesepakatan adalah pihak-pihak yang bersengketa. Dalam sidang adjudikasi, KI memutus sengketa yang melibatkan pasal-pasal perkecualian. Misalnya, dalam kasus rekening gendut perwira Polri.
Hasil putusan KI, apakah cukup kuat, karena komisi ini tidak memiliki kewenangan eksekusi?
Sengketa informasi boleh dibilang sengketa administrasi. Menyangkut eksekusi, KI tidak punya kewenangan.
Ada juga pertanyaan dari berbagai pihak, apakah perlu KI memperkuat kewenangan eksekusi, dengan memiliki juru sita misalnya. Namun saat ini kami kira itu masih terlalu jauh. Putusan KI memang putusan yang tidak ada hukuman.
Adakah keinginan untuk memperkuat kewenangan?
Kalau mau diwacanakan bisa saja, tapi itu masih jauh. Kita lihat contoh lain, Mahkamah Konstitusi, juga tidak punya kewenangan eksekusi.
Kalaupun iya, kami ingin putusan sengketa informasi itu bisa diseksekusi. Untuk sementara, fokus KI ada pada penguatan implementasi undang-undang itu sendiri. Penguatan koordinasi dengan penegak hokum terkait. Ketika ada yang membangkang, bisa diajukan ke kepolisian, lalu pengadilan.
Lagipula sejauh ini putusan KI tidak semuanya dilanggar. Sebagian besar justru dipatuhi, bahkan banyak yang selesai hanya sampai proses mediasi.