Mendagri Akan Revisi Ketentuan Upah Pungut Pajak

Menteri Dalam Negeri Mardiyanto berjanji akan merevisi ketentuan mengenai upah pungut pajak. Pihaknya akan berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan dan Komisi Pemberantasan Korupsi mengenai hal tersebut.

Demikian diungkapkan Mardiyanto, Rabu (28/1), seusai mengikuti sidang uji materi Undang-Undang Pemilu Presiden di Mahkamah Konstitusi.

Seperti diberitakan sejumlah media massa, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya penggunaan dana upah pungut pajak senilai Rp 264 miliar untuk pembiayaan kegiatan Departemen Dalam Negeri (Depdagri) tanpa melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Hal ini terungkap dalam laporan hasil pemeriksaan 2006-2007 yang dikeluarkan oleh BPK.

BPK menemukan adanya penerimaan upah pungut dalam rekening Dana Penunjang Pembinaan pada laporan keuangan Depdagri pada 2007. Dalam laporan keuangan Depdagri tahun-tahun sebelumnya, hal itu tidak tercatat. Upah pungut tersebut sendiri diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2002.

Mardiyanto meminta semua pihak berpikir dengan jernih. Upah pungut itu sudah berlangsung lama, sejak 1976. Menurut dia, nilai tambah dari upah pungut tersebut dapat meningkatkan pendapatan asli daerah lebih kurang 10 persen per tahun.

Namun, jika hal itu dinilai sudah tak cocok, pihaknya bersedia merevisi. Cantolan pemberian upah pungut pajak mungkin dilakukan dalam revisi UU Pajak atau Retribusi.

”Saya sudah berkoordinasi untuk merumuskan yang terbaik. Saya ketiban sampur,” ujarnya.

Ia mengaku sudah berkoordinasi dengan KPK mengenai upah pungut itu. Menurut dia, KPK setuju pemberian upah untuk petugas pemungut dapat dibenarkan. Menurut dia, di negara mana pun, orang yang bekerja di dalam jasa finansial akan diberi jasa lebih. (ana)

Sumber: Kompas, 29 Januari 2009

--------------

KPK dan Menteri Mardiyanto Bahas Bersama Soal Upah Pungut

Komisi Pemberantasan Korupsi akan memanggil Menteri Dalam Negeri Mardiyanto. Pemanggilan ini untuk berdiskusi dan menyelaraskan peraturan Menteri Dalam Negeri perihal upah pungut pajak daerah di masa mendatang. ”Soal upah pungut pajak di masa mendatang akan diatur seharusnya seperti apa,” ujar Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan M. Jasin saat dihubungi kemarin.

Kasus upah pungut pajak mencuat pada awal pekan lalu ketika Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta. Upah pungut itu sendiri diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2002. Aturan mainnya, petugas pemungut pajak berhak menerima 5 persen dari jumlah pajak yang dikumpulkan

Jasin mengatakan ketentuan upah pungut pajak daerah ini berlaku di seluruh Indonesia, sehingga harus ada peraturan yang mendasari pihak mana yang berhak memungut. ”Kami akan mencari solusi agar peraturan itu nantinya lebih pas,” ujarnya. Menurut Jasin, diskusi ini merupakan upaya pencegahan agar upah pungut pajak nantinya tidak mengalir ke para pejabat, tapi merupakan insentif bagi petugas pajak.

Di tempat terpisah, Menteri Mardiyanto mengatakan akan meminta bimbingan KPK untuk memperbaiki ketentuan upah pungut pajak. Mardiyanto juga berharap Badan Pemeriksa Keuangan memberikan resep untuk memperbaiki upah pungut tersebut. Apalagi, kata dia, banyak pejabat Badan Pemeriksa yang berasal dari keuangan dan dulu ikut merumuskan ini.

Dia mengatakan ketentuan upah pajak yang diatur Peraturan Menteri Dalam Negeri akan diubah jika tidak cocok. ”Jika jumlahnya terlalu besar, ya, kami kecilkan,” kata Mardiyanto di Mahkamah Konstitusi kemarin.

Mardiyanto mengatakan, beberapa kepala daerah menghubungi dirinya dan menyatakan keberatan jika upah pungut itu dihapus. Sebab, kata dia, para kepala daerah menganggap upah pungut meningkatkan pendapatan asli daerah rata-rata 10 persen per tahun. CHETA NILAWATY | SUTARTO

Sumber: Koran Tempo, 29 Januari 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan