Menelusuri Dugaan Korupsi di Perhutani (Bagian 3)
70 Jabatan di Perhutani Tergolong 'Basah'
Salah satu indikasi korupsi di Perhutani dapat dilihat dari kehidupan para pejabatnya. Mereka yang berhubungan dengan penjualan kayu pasti kaya raya. Terutama posisi administratur hingga direktur utama.
Hal itu diungkapkan seorang mantan administratur di Unit II Perhutani. Mereka yang diduga telah kaya raya karena menjual kayu meliputi 70 posisi jabatan, yaitu 61 administratur, 3 kepala biro, 3 kepala unit, seorang kepala divisi pemasaran, direktur pemasaran, dan direktur utama. Mereka inilah yang berwenang menjual kayu.
Penasaran dengan pernyataan orang dalam ini, Media mengunjungi tempat tinggal beberapa administratur dan mantan administratur Perhutani di Yogyakarta. Semua rumahnya gedung bagus dengan beberapa unit mobil mewah di halaman.
Bahkan ada administratur yang memiliki rumah lebih satu dengan harga masing-masing di atas Rp2 miliar. Apakah semua itu mereka dapatkan dari penghasilan resmi? Tentu butuh klarifikasi dari pihak bersangkutan mengingat gaji pegawai Perhutani tidaklah terlalu tinggi.
Seorang administratur memiliki penghasilan resmi sebesar Rp3,2 juta, kepala biro Rp4,9 juta, kepala unit mendapatkan penghasilan sebesar Rp8,5 juta. Direktur sebesar Rp33,8 juta, sedangkan dirut sebesar Rp31,5 juta plus rumah dinas di Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Lalu dari mana seorang administratur dan kawan-kawan bisa memiliki rumah besar di kompleks elite serta sejumlah mobil mewah? Salah satunya dengan mengambil selisih harga jati. Mereka juga terkadang mencuri kayu, seperti yang pernah terjadi di wilayah Banyuwangi, ujar seorang pegawai Perhutani. Di Banyuwangi, para pejabat menjual kayu, namun melaporkan sebagai tindak pencurian oleh pembabat hutan.
Modus korupsi lainnya yang terungkap, yakni dengan cara menggelapkan dana pengangkutan kayu. Di Perhutani, terdapat sistem penjualan langsung layan antar. Para pembeli tidak perlu susah-susah mengambil kayu di Perhutani. Dengan membayar dalam jumlah tertentu, kayu akan tiba di tempat sesuai dengan yang diinginkan pembeli.
Faktanya, setelah membayar biaya pengangkutan kayu kepada administratur Perhutani, kayu tidak pernah diantar. Para pembeli kayu terpaksa mengeluarkan biaya lagi untuk mengambil kayu yang telah dibeli ke Perhutani.
Seorang pengusaha kayu jati di Bojonegoro, Jawa Timur, mengeluhkan ia telah membayar ongkos antar kayu kepada Perhutani. Sebenarnya ia tidak ingin memakai jasa Perhutani karena selama ini kayu memang tidak diantar sesuai dengan perjanjian.
Namun, ia diharuskan membayar ongkos angkut ketika membeli kayu jati dari Kesatuan Pemangkuan Hutan Bojonegoro. Biaya antar kayu jati tidak murah. Pengusaha di wilayah Bojonegoro harus mengeluarkan dana sebesar Rp250 ribu untuk setiap m3 kayu. Kalau pesan 100 m3 saja sudah harus bayar Rp25 juta. Itu masih dalam satu wilayah atau satu kabupaten. Jika lebih jauh, harganya lebih mahal.
Sekarang pejabat Perhutani semakin rakus, Mas. Kalau beli kayu harus dengan layanan antar. Namun, kayunya tidak pernah diantar. Padahal mereka sudah untung besar dari selisih harga jual, ungkap seorang pengusaha kayu yang meminta namanya dirahasiakan.
Melihat kondisi tersebut, wajar saja jika sebagian pejabat Perhutani hidup dalam kemewahan. Saat ini administrator di Bojonegoro sedang membangun rumah mewah di Yogya. Padahal dia sudah punya satu, tambah pengusaha tadi.
Seorang mantan administrator di Unit II Jawa Timur membenarkan. Pokoknya, posisi yang berhubungan dengan penjualan pasti 'basah'. Terutama adm dan KPH. Sebagian dari mereka, setiap akhir pekan bermain golf di Yogyakarta. Pada umumnya administrator yang berasal dari Unit II Jawa Timur, ujarnya.
Lebih jauh narasumber itu mengungkapkan, dulu dirinya juga sering bermain golf. Sekali main menghabiskan uang sampai Rp5 juta. Beli keanggotaan saja di atas Rp20 juta. Dana untuk kegiatan refreshing yang mahal itu didapat dari mark up proyek dan dari selisih harga jual jati.
Mantan pejabat Perhutani tersebut juga mengkritik soal kurangnya tanggung jawab para juniornya. Saat ini, katanya, hampir semua adm meninggalkan wilayah kerja mereka pada akhir pekan. Mereka pergi ke luar kota bersama keluarga.
Adm itu kan seperti kapolres. Walaupun tidak bekerja, harus selalu siap di wilayah kerjanya. Namun di Perhutani, para adm seperti orang kantor saja. Setiap hari libur, lepas tanggung jawab, tambahnya.
Mengenai hal ini, Marsanto yang pekan lalu dicopot jabatannya sebagai Dirut Perhutani, tidak dapat menjelaskan mengapa hal ini bisa terjadi. Dengan wajah sedikit pucat dan tangan agak bergetar ia mengatakan tidak mengerti.
Saya tidak tahu dari mana uang mereka sehingga bisa mendapatkan semua itu. Mas boleh cek rumah saya dan rekening seluruh keluarga saya. Saya yang dirut saja total harta tidak sampai Rp2 miliar, jelas Marsanto, Kamis (23/6). Ia bersama keluarganya tinggal di rumah dinas di Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Marsanto mengaku sudah menginstruksikan agar seluruh pegawai Perhutani hidup sederhana dan tidak bermain golf. Itulah sebabnya mengapa Marsanto tidak pernah suka dengan olahraga kalangan menengah atas itu. Hanya Tuhanlah yang tahu dari mana mereka mendapatkan uang sebegitu banyaknya, kilah Marsanto lagi.
Modus lainnya yang terjadi, namun tidak begitu umum yakni menjual jati sesuai dengan pesanan pembeli. Walaupun sebenarnya jati yang dipesan tidak diproduksi. Akibatnya, tidak sedikit pohon jati yang seharusnya ditebang beberapa tahun kemudian, sekarang telah rata dengan tanah.
Biasanya, kasus ini terjadi karena permintaan relasi si pejabat. Tebangan yang tidak direncanakan perusahaan ini akan dilaporkan kemudian yang disebut dengan suplisi.
Tebangan yang tidak direncanakan inilah yang membuat hutan jati semakin hari semakin habis. Mereka mau melakukan itu karena mereka mendapatkan sesuatu dari penjualan kayu. Semua pegawai Perhutani tahu. Setiap yang menjual kayu pasti dapat fee. Anehnya, tidak pernah ada sangsi. Bahkan yang terindikasi korup, jabatannya malah semakin naik, ungkap Aa, pegawai Perhutani yang sudah lebih dari 10 tahun bekerja di Perhutani.
Jika modus-modus korupsi seperti di atas tetap dibiarkan merajalela di Perhutani, kerugian negara bukan hanya meliputi uang, namun juga merusak lingkungan. (HA/Rdn/Yes/X-9)
Sumber: Media Indonesia, 7 Juli 2005